

Oleh: Sitti Fatimah
(Mahasiswa)
Pada 6 januari 2021 Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pencegahan dan penanggulangan ekstremisme yang mengarah pada terorisme. Penerbitan Perpres ini tak lepas dari peningkatan ancaman ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di Indonesia (detiknews, 22/1/2021).
Perpres ini tertuang dalam Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rancangan Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah pada Terorisme (RAN PE). Aturan ini diharapkan dapat melindungi hak atas rasa aman warga negara terhasap ancaman ekstremisme yang mengarah pada kekerasan dan terorisme.
“Sasaran umum RAN PE adalah untuk meningkatkan perlindungan hak atas rasa aman warga negara dari ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. Sebagai bagian dari pelaksanaan kewajiban negara terhadap hak asasi manusia dalam rangka memelihara stabilitas keamanan nasional berdasarkan Pancasaila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” bunyi lampiran Perpres RAN PE yang juga tertuang dalam pasal 2.
Dalam perpres ini terdapat 5 sasaran khusus: Pertama, meningkatkan koordinasi antar kementerian/lembaga (KIL) dalam rangka mencegah dan menanggulangi ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme terkait program yang tuangkan dalam pilar RAN PE.
Dua, meningkatkan partisipasi dan sinergitas pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, yang dilakukan baik oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, masyarakat sipil maupun mitra lainnya.
Tiga, mengembangkan instrumen dan sistem pendataan dan pemantauan untuk mendukung ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.
Empat, meningkatkan kapasitas aparatur dan infrastruktur secara sistematis dan berkelanjutan, untuk mendukung program-program pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.
Lima, meningkatkna kerja sama internaisonal, baik melalui kerja sama bilateral, regional, maupun multilateral, dalam pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.
Adapun untuk menindak lanjuti Perpres tersebut terdapat beberapa program yang akan dilakukan. Salah satunya adalah terkait program peningkatan efektivitas pemolisian masayarakat dalam upaya pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. program tersebut adalah pelatihan pemolisian masyasrakat yang mendukung pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. Masyarakat dilatih untuk memolisikan orang yang terduga terlibat dalam ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.
Patut dipertanyakan apakah maksud penerbitan Perpres RAN PE ini karena telah ada UU terorisme? apakah Perpres tersebut mampu menyasar terorisme sementara terdapat ancaman politik adu bomba didalamnya?
Dibalik penerbitan perpres RAN PE
Alih-alih disambut dengan baik, kehadiran Perpres ini malah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyrakat. Bukan tanpa alasan banyaknya pertentangan dari Perpres ini. programnya berpotensi menjadi jalan untuk memperkuat politik adu domba antar anggota masyarakat.
Pengamat terorisme Harits Abu Ulya pun ikut mengomentari penerbitan Perpres sepanjang 113 halaman tersebut. Ia menilai Perpres tersebut berpontensi menimbulkan kontra produktif dan melahirkan kontraksi sosial baru. Serta munculnya masyarakata yang tukar lapor dalam masalah ekstremisme.
Selain itu Harits juga mempertanyakan mengapa pemerintah tidak fokus menyelesaikan persoalan hulu yang memunculkan terorisme. “Ciptakan iklim kepercayaan publik kepada pemerintah bahwa keadilan bisa ditegakan di bumi NKRI. Kalau aspek ini tidak menjadi fokus prioritas justru substansi dan implementasinya Perpres ini menjadi kontraproduktif,” ujar Harits pada redaktur viva.co.id.
Dengan adanya prepres ini hanya akan mempecah balah masyarakat dan menimbulkan ketidakpercayaan satu sama lain. Tidak adanya pendefinisian secara hukum dari ekstremis menimbulkan berbagai pengertian dari masyarakat. Akibatnya program pemolisian masyarakat dapat salah sasaran dan menjadikan masyarakat main hakum sendiri. Sementara belum adanya kepastian apakah mereka adalah pelaka atau bukan.
Politik adu domba yang akan ditimbulkan dari Perpres ini adalah strategi barat untuk menjauhkan umat muslim dari ajarannya. Barat tidak pernah lelah untuk menjatuhkan umat Islam karena mereka tau betul jika umat Islam bangkit maka hanya kehancuran yang akan mereka tunggu. Dengan menggunakan soft power mereka menjatuhkan umat Islam dengan meracuni pemikiran umat Islam.
Bagaimana Islam Menyikapinya
Terbitnya Perpres ini tak lepas dari upaya pencegahan radikalisme di tengah-tangah masyarakat. sayangnya radikalisme selalunya dikaitkan dengan Islam yang ingin menerapkan syariat islam. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya mulai dari membangun narasi-narasi kebencian islam yang mulia seperti jihad, khilafah dan syariat Islam hingga program deradikalisasi termasuk disahkannya RAN PE ini.
Kehadiran Perpres bukannya menciptakan kenyamanan ditengah masyarakat tetapi malah sebaliknya. Masyarakat akan saling menuduh, memata-matai, dan mencurigai. Tak hanya itu, Perpres ini juga dapat membawa umat pada pemahaman yang salah terkait istilah-istilah dalam Islam seperti jihad, khilafah, dan syariat Islam. Karena Pendefinisian dari berbagai istilah tersebut selalu dikaitkan dengan radikalisme. Pada akhirnya akan menyebabkan penyimpangan pemahanan terhadap ajaran Islam. Masyarakat yang menyerukan istilah tersebut akan dianggap radikal dan ekstrem.
Namun berbeda halnya dengan islam, sifat yang ditimbulkan dari diterbitkannya perpes ini yakni sifat saling mencuriagai sangay dilarang oleh Allah SWT. sebagaimana dalam firmannya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kebanyakan berprasangkan, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.” (QS. Al-Hujurat:12).
Kita selalu dituntut untuk menjauhi perbuatan memata-matai karena hal ini akan memicu terjadinya perpecahan. Imam Abu Hatim al-Busri ra. Berkata: “Tajassu (memata-matai) adalah cabang dari keimanan. Orang yang berakal akan berprasangka baik kepada saudaranya dan tidak mampu membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang bodoh akan selalu berasangka buruk kepada saudaranya dan tidak segan-segan berbuat jahat dan membuatnya menderita,” (Raudha al-Uqala’, hlm. 131).
Selain Islam melarang keras terjadinya perpecahan antar sesama muslim. Kita diajarkan untuk bersatu dan saling menolong satu sama lain sebagaimana sabda Sasulullah SAW.:
“Perumpamaan kaum muslim dalam urusan kasih sayang dan tolong menolong bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh meresa sakit, maka menjalarlah penderitaan itu ke seluruh badan hingga tidak dapat tidur dan merasa panas,” (HR. Imam Bukhari dan Muslim).
Hanya dengan tetap bersatu kita dapat melawan barat untuk menjatuhkan umat Islam. Dengan mengikuti segala program barat hanya menghancurkan dan menjauhkakn kita dari persatuan. Untuk itu kita butuh sebuah institusi yang mampu menyatukan kita yakni negara Islam. Hanya negara Islam akan menjadi perisai bagi umat islam dan menjauhkannya dari perpecahan. Wallalu a’alam bish-shwabi.