

Oleh : Katmiasih
( Pemerhati Sosial)
Persyaratan adalah hal wajib yang harus dipenuhi seseorang jika ingin mencapai sesuatu. Persyaratan menjadi hal mutlak dan jarang bisa ditoleransi. Terkadang kita gagal hanya karena kurangnya satu persyaratan saja. Seperti halnya dalam penerimaan PNS maupun tentang kasus yang lagi jadi sorotan banyak pihak yaitu tentang berubahnya status kepegawaian KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menjadi pegawai negeri sipil.
Sebanyak 51 pegawai KPK akan diberhentikan setelah tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK yang kontroversial. Diketahui KPK mengumumkan hasil asesmen tes alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) pada Rabu (5/5). Hasilnya sebanyak 75 pegawai tidak memenuhi syarat, di mana tes diikuti oleh 1.351 pegawai. Setelah melalui sederet pertimbangan, sebanyak 24 pegawai KPK yang tak lolos TWK akan dibina, tapi 51 pegawai lainnya tidak dapat ‘diselamatkan’. https://news.detik.com/berita/d-5590730/contoh-soal-twk-kpk-yang-jadi-sorotan-publik
Dalam test wawasan kebangsaan itu ditemukan banyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak masuk akal dan tidak mencerminkan kebangsaan itu sendiri. Dari pertanyaan yang menjerumus ke agama maupun tentang hal-hal yang bersifat pribadi. Yang tak relevan untuk diajukan sebagai pertanyaan persyaratan masukan seseorang menjadi aparatur negara.
Tes yang sebelumnya disebut Tes Wawasan Kebangsaan itu sebenarnya memiliki nama resmi Tes Moderasi Bernegara. Materi dalam tes menjadi sorotan karena dianggap tidak sesuai dengan tugas yang akan dijalankan oleh pegawai komisi anti suap ini. .
Berdasarkan keterangan sejumlah pegawai KPK, tes tersebut bukan TWK, melainkan Tes Moderasi Kebangsaan. Soal yang diberikan kepada pegawai lebih mirip screening ideologi.
Pertanyaan-pertanyaan dalam tes ini pun janggal. Mulai dari soal PKI, radikalisme, sampai soal apakah jika Indonesia krisis bahkan pertanyaan yang bersifat pribadi. Para peserta dihadapkan diantara dua pilihan. Sebagai contoh mereka harus memilih Al Qur’an atau Pancasila. Kesediaan pegawai perempuan untuk melepas hijab jika diminta negara, bahkan pertanyaan yang sekiranya tak semestinya diajukan seperti kenapa belum menikah ataupun mengapa bercerai. Yang jelas itu bersifat pribadi.
Hasil tes ini pun menjadi sorotan. Sumber Tempo menyebutkan sebanyak 75 pegawai KPK, mayoritas penyidik KPK, akan dipecat karena tidak lolos dalam tes tersebut.
Penyidik senior KPK Novel Baswedan bahkan menyebut dirinya dan sejumlah rekannya tak lolos tes itu. Kabarnya pegawai KPK yang tidak lolos tes akan dipecat. https://www.wanheartnews.com/2021/05/viral-beredar-daftar-20-soal-tes.html
Itulah salah satu peristiwa yang mencerminkan bobroknya sistem demokrasi. Demokrasi yang selalu menjujung hak asasi manusia ternyata dalam kenyataannya melanggar HAM itu sendiri. Demokrasi begitu jelas menentang kehadiran Islam sebagai salah satu ideologi, bisa terlihat dari pertanyaan TWK itu yang memojokkan dan mencitra burukan Islam sehingga calon pegawainya pun diharuskan tidak memakai Islam sebagai aturan dalam mereka bekerja.
Demokrasi yang berasal dari ideologi kapitalis hanya melahirkan orang-orang yang bekerja hanya demi kepentingan oligarki. Setiap mereka mengambil tindakan berdasarkan arahan pemilik modal yang tidak menginginkan agama masuk ke dalam setiap tindakan mereka atau kehidupan mereka.
Dalam sistem sekularisme, agama ibarat candu yang memabukkan. Dengan memisahkannya dari tatanan kehidupanlah maka sistem sekularisme ini bisa mencengkeram wilayah umat muslim. Ditambah saat ini pemerintah sedang menggencarkan moderasi beragama.
Moderasi beragama adalah produk dari kaum sekuler untuk memecah belah umat Islam. Umat Islam diadu domba dengan sesama muslim. Padahal di dalam moderasi beragama itu banyak yang tidak sesuai dengan aturan Allah. Sebagai contoh kita harus menghormati kebebasan kaum LGBT. Padahal Islam telah menjelaskan bagaimana bahaya LGBT yang bisa merusak generasi mendatang dan Islam pun sudah memberi solusi dan hukumannya bagi pelaku LGBT. Namun dalam moderasi beragama di sistem demokrasi kita diharuskan untuk menghormati karena sebagai salah satu hak asasi manusia.
Dalam sistem Islam, persyaratan seorang pejabat pemerintahan harus berlandaskan ketakwaan disamping ia harus balig dan memiliki kemampuan dibidangnya. Karena hanya ketaqwaan kepada Allah saja yang bisa membuat mereka bekerja dengan ikhlas dan pasti untuk kepentingan umat. Mereka akan menjadikan Al Quran dan Hadist sebagai satu-satunya sumber hukum.
Firman Allah SWT dalam Al Quran Surat An-Nisa ayat 59 yang artinya.
“Hai, orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Para pejabat dalam pemerintahan Islam bekerja untuk menggapai ridho Allah bukan semata-mata untuk mencari kepentingan materi. Sehingga bisa dipastikan kasus korupsi maupun tindak kejahatan lain yang berhubungan dengan wewenang kekuasaan mereka sangatlah kecil kemungkinannya. Mereka percaya Allah Maha Melihat, sehingga tanpa diketahui kholifah pun para pejabat akan bertindak sesuai aturan yang sesuai dengan syariat. Jelas disini hanya ideologi Islam lah yang bisa mencetak sumber daya manusia yang jujur, amanah dan pasti kemampuannya sesuai dengan bidangnya. Karena bila suatu jabatan diserahkan kepada orang yang ahli dibidangnya maka kehancuran yang didapatkannya.
Wallahu allam be showab