Opini  

Hilangnya Fungsi Masjid Sebagai Mimbar Dakwah

Oleh Febriyanti Suleman, S.Pd

Masjid jantungnya peradaban Islam. Apabila jantung itu tidak berfungsi maka apa jadinya Islam dalam kehidupan manusia karena seperti anggota tubuh dalam diri manusia pasti akan mengalami menderita dan bahkan kematian.

Begitupun kondisi kita saat ini, bahwa masjid merupakan kekuatan umat Islam. Masjid pada awal sejarah Islam menjadi central basis umat dalam penyebaran islam. Dan pada masa itu, masjid menjadi fasilitas umat Islam untuk mencapai sebuah kemajuan peradaban. Dari masjid seluruh central utama aktivitas keummatan yaitu dakwah, pendidikan, politik, ekonomi, sosial dan budaya berbagai upaya membangun sebuah peradaban Islam.

Akan tetapi saat ini justru semakin dikerdilkan dalam ruang membatasi hanya pada perkara ibadah-ibadah mahdhah saja atau ibadah secara kepribadian. Serta tercorengnya citra Islam di mata kaum muslim akibat hegemoni politik praktis yang dengan sengaja melakukan kampanye jelang pemilu.

Hal ini ditegaskan oleh Bapak Wakil Presiden Ma’ruf Amin seperti dilansir dalam Republika.co.id (08/01/2023), bahwa masjid maupun rumah ibadah lainnya harus bebas dari kepentingan partai politik maupun lainnya. Hal itu agar kiranya seluruh peserta partai politik harus menaati undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang di dalamnya menjelaskan bahwa pelaksana, peserta dan tim Kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan untuk berkampanye. Sebab hal ini menuai kritik dari kalangan masyarakat yang ada di Cirebon usai pengibaran bendera oleh salah satu partai politik di Masjid Cirebon.

Masa Kelamnya Sekulerisme
Jika kita mengamati secara seksama sebenarnya aktivitas kampanye partai politik jelang pemilu ini tidak menjadi suatu alasan mendasar yang kuat adanya perpecahan yang terjadi dikarenakan masing-masing kelompok dalam hal ini sebuah partai politik. Sebab sesuatu hal yang alamiah dalam pertarungan ada lawan maka ada namanya pemenang dan yang kalah.

Masjid yang seharusnya menjadi tempat pusatnya berbagai kegiatan umat muslim malah dibatasi bahkan dilarang melakukan aktivitas yang berbau politik. Segala sesuatu yang mengarah pada urusan politik dan pembahasan politik dianggap hal yang dapat mengotori dan bahkan menimbulkan perpecahan dengan yang lainnya.

Baca juga  Prostitusi Anak Makin Marak, Di mana Peran Negara?

Karena politik saat ini adalah politik dengan jalan sekuler yakni kehidupan yang diambil bahkan dipakai dalam berbagai aktivitas bahkan asas dalam berpolitik sebagai “way of life”.

Seperti halnya pada gereja, pura, kuil dan tempat-tempat ibadah kaum lainnya, maka masjid pun disamakan. Berawal dari masa kegelapan Eropa saat para kaum gereja-wan menggunakan agama mereka di dalam kehidupan mereka dengan menggunakan kaum Agamawan dikalangan gereja untuk berkuasa. Rakyat tertindas atas nama Tuhan dan agama, sebab penguasa di Eropa saat itu telah menjadikan kaum gereja-wan sebagai alat untuk memeras rakyatnya. Dari situlah muncullah dari kalangan orang-orang pemikir cendekiawan untuk mencari solusi dan mencari jalan keluarnya yakni mengambil jalan tengah sebagai kompromi untuk menjalani kehidupan dunia. Yaitu dicetuskan lah ide sekulerisme sebagai asas kehidupan way of life.

Sekulerisme adalah jalan untuk memisahkan agama atau Tuhan dari sebuah kehidupan manusia. Jika manusia ingin maju, bebas dan tidak tertindas maka agama tidak boleh dibawa dalam sebuah kehidupan. Inilah asal muasal munculnya sekuler yang pada akhirnya ketika pemerintahan Islam runtuh yang pusatnya di Turki pada tahun 1924 dibawa kepada kehidupan negeri-negeri muslim hingga saat ini. Akibat propaganda besar yang dilakukan Mustafa Kemal Atha Turk dengan bala bantuan dari Inggris dan Prancis.

Sehingga sekulerismelah yang telah menghilangkan fungsi masjid hanya sebatas pada perkara ibadah ritual dan mahdhah saja. Seperti halnya sholat, zakat, puasa, haji, dan sejenisnya. Selain itu dalam urusan dakwah, mengkaji Islam hingga memperjuangkan syariat dianggap biang memunculkan sarang teroris, radikal, ekstrim atau lainnya.

Selain itu justru propaganda yang datang adalah dari kalangan para tokoh-tokoh muslim, pejabat muslim, ulama dan orang-orang yang punya pengaruh dihadapan masyarakat untuk menyampaikan berbagai padangan yang kontradiktif dengan Islam dan akidah kaum muslim. Hal ini bisa memicu pada semakin menjauhkan kaum muslim dari identitas aslinya sebagai muslim sejati.

Baca juga  Bandingkan Utang, Untuk Apa?

Utopis Politik Dalam Demokrasi
Sebagaimana yang dikatakan di awal jika agama dibawa dalam kehidupan dianggap mengganggu bahkan politik tidak boleh dicampur atau dikaitkan dengan agama adalah sesuatu hal yang kotor, karena terkesan pragmatis dan fakta di lapangan justru yang ada semua partai politik yang praktis terjebak lebih mengedepankan kepentingan kelompok. Politik demokrasi memang hanya menjadikan kebebasan dan kemanfaatannya sebagai standar dalam melakukan segala sesuatu dalam berpolitik.

Ancaman terpecah belahnya umat sejatinya sudah muncul sejak partai Islam bukan lagi partai ideologi Islam. Sehingga perpecahan umat bukan terletak pada perbedaan kelompok namun pada sudut pandangan kehidupannya yakni memandang politik bukan pada urusan mengurus partai melainkan secara komprehensif dalam melihat seluruh permasalahan kehidupan. Maka butuh yang namanya suatu penyelesaian permasalahan kehidupan. Dengan itu politik dalam demokrasi hanya ilusi bahkan utopis. Sebab, tidak mampu membuktikan idenya “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Sebaliknya kenyataan di depan mata masyarakat pada umumnya justru semakin maraknya korupsi dan penyelewengan kekuasaan.

Hal inipun sesuai dengan isi landasan yang mendasari demokrasi sendiri ; Kebebasan berpendapat, kebebasan bertingkah laku, kebebasan kepemilikan dan kebebasan berakidah. Jadi tidak ada namanya suara Tuhan sebagaimana slogannya demokrasi. Karena semua atas kebebasan aturan manusia yang buat. Sehingga itulah sekulerisme memiliki ruang dalam demokrasi.

Hingga kini umat Islam seolah dijajah dengan politik demokrasi yang sekuler dan semakin menjauhkan umat Islam dari politik Islam sesungguhnya. Akibatnya umat Islam terporosok dalam politik yang sekuler dan pragmatis. Mendorong umat Islam dalam berpolitik untuk melakukan berbagai penyimpangan dan hanya sebatas pada meraih kekuasaan bukan pada mengurusi urusan umat dan Islam dalam memperjuangkan hukum Islam dan syariah Islam menjadi sebuah ideologi.

Baca juga  Di Masjid Siwalan Kerto Surabaya, Pemotor yang Lalui Jalanan Matikan Motornya, Hormati Jamaah

Ideologi Islam Memfungsikan Masjid dalam Berdakwah

Islam tidak hanya sekadar agama tetapi di dalam al-Quran dibahasakan sebagi din yakni pengatur. Dalam kata lain Islam juga merupakan ideologi yang mengatur seluruh urusan manusia di dalam kehidupannya. Baik perkara ibadah yakni hubungan manusia dengan Al khaliqnya, tetapi mengatur untuk dirinya sendiri dalam melangsungkan kehidupannya baik makan, minum, berpakaian, memenuhi hajat lainnya, serta mengatur urusan dia dengan sesama manusia lainnya seperti bermualah dengan orang lain dalam hal berdagang, bermasyarakat dan negara bahkan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar termasuk perkara yang diatur oleh Islam. Maka Allah adalah sebagai Al Khaliq sekaligus sebagai Al mudabbir.

Dia Menciptakan segala sesuatu dan mengatur terhadap apa yang Dia ciptakan. Maka Islam merupakan sebuah ideologi karena memancarkan peraturan, berbeda dengan agama lainnya. Di Nasrani atau kaum Budha, Hindu dan sejenisnya dalam kitab mereka tidak ada yang membahas ekonomi agama mereka. Sementara di Islam semuanya lengkap, ekonomi Islam, pemerintahan Islam, hukum Islam, pendidikan Islam bahkan seluruh alam ada pengaturannya. Sebagian besar pembahasan Islam ranahnya kepada hablu minannas atau hubungan antar sesama manusia termasuk berpolitik diatur oleh Islam bahkan bernegara dalam mewujudkan politik Islam untuk menerapkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan secara menyeluruh.

Inilah fungsi di dalam Islam, bahwa dakwah terhadap Islam adalah dalam rangka mewujudkan tegaknya ideologi Islam dengan penerapan Islam dalam sebuah institusi. Sebagaimana kisah Rasulullah Saw saat mampu menyatukan kaum Anshar dan Kaum Muhajirin pada abad ke-21 sebagai representasi Hizb [Ar] Rasul terbentuknya partai idelogis hingga terwujudnya daulah pertama kali di Madinah setelah hijrahnya Rasulullah Saw dari Makkah. Semua berawal dari tempat-tempat majelis ilmu untuk mengkaji Islam secara keseluruhan dan masjid adalah hal yang tempat dianggap suci dan mulia untuk menyampaikan suatu kebenaran akan Islam.
Wallahu ‘alam bishowab.

*Penulis adalah Aktivis Dakwah