Oleh: Sitti Fatimah
(Mahasiswa)
Tahu dan tempe adalah makan yang biasa dikonsumsi oleh masayarakat Indonesia. Harga yang murah dan kandungan gizi yang tinggi menjadi kelebihan dari kedua makanan tersebut. Tak hanya protein, tahu dan tempe juga mengandung vitamin dan mineral. Sehingga manfaatnya pun sangat luar biasa misalnya mengendalikan kadar kolesterol, menangkal radikal bebas, mengandung probiotik, baik untuk diet, dan meningkatkan kesehatan tulang.
Namun apa jadinya apabila 2 makan ini tiba-tiba langkah bahkan hilang dipasaran? Ya, Sejak awal tahun, tahu dan tempe tiba-tiba menghilang di pasaran . Meskipun ada maka akan ditemui dengan harga yang mahal dan ukurannya yang kecil. Banyak mayarakat berharap agar tahu dan tempe kembali dijual di parasan karena penggemar makanan ini sangat tinggi di Indonesia.
Hilangnya tahu dan tempe di pasar dikarenakan harga kedelai yang tinggi. Akibatnya para pengrajin tahu dan tempe mogok kerja sejak tanggal 31 Desember 2020 hingga 2 Januari 2021. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk protes kepada pemerintah karena tidak ada perhatian pada pengrajin tahu dan tempe mengenai harga kedelai (Republika.co.id).
Naiknya harga bahan pangan sangat berdampak bagi masyarakat diberbagai kalangan. Berdasarkan lama yang dilansir dari republika.co.id. masyarakat yang berprofesi sebagai pengrajin tahu mengalami kerugian sehingga terpaksa berhenti berproduksi.
“Kami belum bisa memasarkan (tahu) kalau harganya dinaikkan, jadi harus mogok dulu. Bahkan sudah ada yang off sebelum ada keputusan libur produksi massal ini, kebanyakan yang produksi kelas kecil” ujar Musodik, Sekjen Sedulur Pengrajin Tahu Indonesia (SPTI).
Libur produksi atau mogok massal tidak hanya dilakukan oleh SPTI tetapi juga oleh pengrajin tahu dan tempe di Indoneisa. Harapan dari mogok massal ini agar mendapat perhatian dari pemerintah terhadap kenaikan harga kedelai.
“Kami ingin menyelamatkan pengrajin tahu yang kecil-kecil. Kalau tidak segera dilaksanakan (turun harga kedelai atau harga produk), bukan hanya pengrajin tahu yang kecil saja yang terkena dampak, tapi lama-lama yang besar juga bisa tutup” lanjut Musodik.
Pengaruh Impor Barang terhadap Kemandirian Bangsa
Tak dapat ditutup-tutupi lagi, sebagian besar bahan pangan saat ini ternyata bahan impor dari negara lain. Adanya UU Cipta Kerja yang disahkan pada 5 oktober lalu berpotensi membawa Indonesia terjebak dalam kebiasaan impor produk pertaian. Dalam pasal 30 ayat (1) yang berbunyi: “Kecukupan kebutuhan konsumsi dan/atau sandang pangan pemerintah berasal dari produksi dalam negeri dan impor dengan tetap melindungi kepentingan petani.”
Berdasarkan Badan Pusat statistik (BPS) impor kedelai Indonesia menyatakan impor kedelai di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 2.585.809 ton sedangkan pada tahun 2019 sebanyak 2.670.86 ton. Hal ini menandakan Indonesia sangat tergantung pada impor dunia.
Guru Besar Institusi Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso mengatakan aturan ini bermasalah meski maksudnya mengintegrasikan sistem pangan Indonesia ke pangan dunia. Ia juga mencontohkan pada tahun 1990-an Indonesia sudah mencapai swasembada bawang putih dan kedelai. Namun tahun 2000-an pemerintah membuka keran impor untuk keduanya. Akibatnya saat ini sekitar 90 persen kebutuhan bawang putih dipenuhi dari luar, tepatnya Cina. Sekitar 80-90 persen kebutuhan kedelai Indonesia juga dipenuhi dari impor karena waktu itu importir Indonesia mendapat banyak fasioitas dari Amerika Serikat.
Sekertaris Jenderal Aliansi Petani Indonesisa Muhammad Nuruddin juga ikut berkomentar. Ia merasa khawatir atas kelonggaran impor produk pertanian Indonesia. Saat impor masuk tanpa memperhatikan pasokan dan musim panen, akibatnya harga bahan dari petani mudah terganggu. Lebih lanjut, petani akan enggan memanam atau memproduksi barang tersebut.
Melihat dampak dari impor ini harusnya menyadarkan kita betapa bahayanya apabila tetap bergantung pada negara lain. Pemerintah seharusnya tidak memilih cara instan untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Masih banyak cara yakni pemberdayaan petani kedelai, riset tentang pengembangan produksi kedelai, dan penyaluran modal agar petani lokal menjadi pemasok terbesar di negara sendiri.
Tapi apa boleh buat, kerena di terapkannya sistem kapitalisme liberal mengakibatkan ketergantungan pangan pada impor. Para kaum kapitalis mengendalikan jalannya sistem dan pada akhirnya meraka hanya mengutamakan kepentingan sendiri dan kelompoknya. Sementara Penyaluran pangan tidak tepat sasaran di tengah-tengah masyarakat. Selain itu Indonesia juga terikat dalam perjanjian internasional seperti WTO yang menjadikannya tidak bisa mandiri dan selalu bergantung pada pangan luar negeri.
Cara Islam Mewujudkan Kemandirian Pangan
Dalam sistem Islam, Rasulullah Saw. telah mencontohkan bagaimana mengatur kebutuhan pangan negari. Negara memiliki peranan penting dalam mewujudkan kesejahteran pangan. Negara akan mengurusi kebutuhan pangan masyarakat dengan baik karena mengurusi hajat hidup publik adalah kewajiban penguasa. Rasulullah saw bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, yang bertanggung jawab terhadap yang dipimpinya. Seorang penguasa yang memimpin manusia (rakyat) adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab terhadap mereka” (HR. Al-Bukhari).
Adapun beberapa kebijakan yang diambil apabila diterapkannya Islam dalam pangan yakni:
Pertama, menghentikan impor dan ketergantungan pada negara lain dengan tidak melakukan perjanjian yang melanggar hukukm syara’. Termasuk tidak melakukan hubungan kerja sama dengan negara-negara kapitalisme.
Kedua, Lahan yang kosong akan dimanfaatkan dan di kelola masyarakat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:
“Siapa saja yang telah menghidupkan tanah mati, maka tanah itu adalah miliknya” (HR. Bukhari, Tirmidzi dan abu dawud).
Ketiga, akan diadakan peningkatan produktivitas lahan yang telah tersedia. Negara akan menyediakan lahan kemudian meyediakan teknologi budidaya terbaru dikalangan para petani. Misalnya dengan membantu menyediakan mesin-mesin pertanian, benih unggul, pupuk dll. Negara akan memberikan modal bagi petani yang tidak mampu. Namun apabila seseorang mengabaikan lahan yang ia miliki selama 3 tahun maka tanah tersebut akan diambil alih dan diberikan kepada yang lain. Khalifah Umar pernah berkata, “orang yang memagari tanah tidak berhak (atas tanah yang telah dipagarinya) setelah membiarkannya selama tiga tahun”.
Keempat, kebijakan distribusi pangan yang adil dan merata. Islam melarang Penimbunan barang dan permainan harga pasar. Sehingga tidak akan terjadi kelangkahan barang yang menyebabkan harus dilakukannya impor.
Islam telah mengatur segala aspek kehidupan baik itu bidang politik, kesehatan, pendidikan, pangan dll. Dengan menerapkan sistem Islam akan terwujud negara yang mandiri dan tidak akan mudah dijajah. Berbada halnya dengan menerapkan kapitalisme sebagai ideologai yang hanya menjadikan umat sengsara dan jauh dari kata sejahtera. Wallahu a’lam bish-shawabi