Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
* (Institut Literasi dan Peradaban)
Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDBKUMKM) mengadakan bimbingan teknis (bimtek) pemberian pembiayaan dana bergulir syariah LPDB-KUMKM bagi pelaku koperasi di Jatim.
Lembaga keuangan bukan bank ini diberi mandat oleh kementerian Koperasi dan UKM untuk mendistribusikan dan mengelola dana APBN sebesar 800 miliar dari total Rp 1,6 triliun untuk koperasi pondok pesantren (koppontren) di Jatim.
Menurut Direktur Pembiayaan Syariah LPDB-KUMKM Ari Permana agar pesantren yang memiliki koperasi bisa mendapatkan dana bergulir yang disediakan pemerintah. Bimtek ini bekerjasama dengan staf khusus kepresidenan bidang strategis, “Kriteria prioritas saat ini diutamakan kepada sektror riil. Namun, simpan pinjam tetap ada ruang. Sehingga harapannya agar dana bisa cepat diterima oleh koperasi yang berbasis pondok pesantren,” tambah Ari.
Menurut Staf Khusus Presiden Aminuddin Ma’ruf, saat pembukaan bimtek, kerjasama ini potensial mendapatkan dana bergulir dari LPDB dan merupakan kolaborasi antara staf khusus presiden yang diminta presiden untuk komunikasi dengan pondok pesantren. Sebab hari ini pondok pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan dakwah. Namun, juga pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar. “Karakter pesantren berakar pada basis sosial kemasyarakatan, sehingga berperan pada pemberdayaan masyarakat sekitar pondok,” jelasnya.
Ketua Koppontren Amanah Nurul Qodim, Paiton, Probolinggo, Hasan mengaku baru pertama kali mendapatkan dana bergulir untuk usaha retail. “Baru pertama dapat Rp 200 juta yang nantinya digunakan untuk koperasi yang sehari-hari kami jual dagangan kepada santri,” ungkapnya (radarsurabaya, 2/4/2021).
Kapitalisasi rupanya mulai merambah pondok pesantren, lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang dahulu lekat dengan belajar mengajar Al Qur’an, hadist, fikih dan tsaqofah Islam lainnya. Pondok pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang turut menyumbang ulama, cendekiawan, ilmuwan dan politikus sekaligus politikus andal, penyambung lidah rakyat, dari sejak Indonesia belum merdeka. Kiprah pondok pesantren tak diragukan lagi bagi perjalanan bangsa Indonesia ini sendiri.
Kemunculan ponpes adalah menjawab celah yang diciptakan sekularisme , yaitu tak diajarkannya agama Islam secara komperensif di sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah . Hal ini agar generasi tak kehilangan pemahaman agamanya secara penuh, sebab kurikulum sekolah pemerintahan disusun atas kurikulum pembelajaran pemisahan agama dari kehidupan. Tak heran jika pondok pesantren tetap menjadi primadona para orangtua yang ingin anaknya memahami agama lebih baik dari mereka.
Dilemanya adalah, pondok pesantren bukan lembaga keuangan, maka pembiayaan operasional seringkali dibebankan pada wali santri, waqaf, infak, shadaqoh dan lain-lainnya. Seiring perkembangan zaman, ponpes pun digabung dengan kata mandiri, dimana ponpes mendirikan koperasi, dengannya diharapkan masyarakat bisa ikut memberdayakan produk-produk hasil usaha para santri.
Awalnya memang untuk membekali para santri agar kelak keluar dari ponpes dapat berbaur dengan masyarakat dan berdaya ekonomi. Namun hal itu tak sesuai dengan fakta yang terjadi, justru pemberdayaan ekonomi ponpes digalakan, ponpes dibidik hanya nilai ekonominya, sedangkan manfaat kelembagaannya tidak samasekali. Jangankan mengambil alih pembiayaan pendidikan , negara justru menarik ponpes dalam ranah yang akan menguliti identitas asalnya habis-habisan.
Secara perlahan wajah ponpes di ganti dengan wajah bisnis dan perolehan harta duniawi semata, niat asal mendidik life skill santri berubah menjadi target pendapatan berkelanjutan, dengan sekali tebas, semua sibuk pemberdayaan, tak ada lagi fokus menuntut ilmu, padahal berbaurnya santri dengan masyarakat bukan semata manfaat ekonominya saja namun menjadi garda terdepan mencerdaskan rakyat agar mampu bangkit menuju keadaan ke arah yang lebih baik.
Moderasi Islam telah ditabuh genderangnya, arahan pondok pesantren menjadi leading perekonomian dengan pemberian kredit Usaha hanyalah kamuflase, padahal tujuannya hanyalah satu, agar generasi ponpes, keluaran sekolah berbasis agama, agen of change , tak lagi fokus pada perubahan Islam tapi terbelokkan hanya berhenti pada memenuhi kebutuhan diri sendiri dan bukan umat. Wallahu a’ lam bish showab.