Opini  

AS, Demokrasi, dan Pelajaran bagi Kaum Muslimin

Oleh: Djumriah Lina Johan
(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

Aksi unjuk rasa para pendukung Presiden AS Donald Trump yang berujung kerusuhan di Gedung Kongres, Capitol Hill, Washington, AS, mengundang berbagai reaksi netizen di media sosial. Peristiwa ini menjadi bahasan netizen seluruh dunia, ditandai dengan ‘Trump’ bertengger di deretan trending topic Twitter dunia, Kamis (7/1/2021). Selain Trump, topik lain yang juga ramai di-tweet terkait peristiwa ini adalah America dan Capitol. Sebagian netizen melihat peristiwa tersebut merupakan tindakan anarkis dari para pendukung Trump yang bertujuan untuk merusak demokrasi di AS.

Sebelumnya diberitakan, ratusan pendukung Trump menyerbu dan menyerang Gedung Capitol Hill dalam upaya membalikkan kekalahan Trump dalam Pilpres AS. Para pendukung Trump yang awalnya berunjuk rasa di luar gedung tiba-tiba menerobos masuk ke dalam dan memicu kekacauan serta melakukan aksi perusakan seperti memecahkan kaca jendela, menduduki kantor dan ruangan di dalamnya.

Serbuan pendukung Trump ini dilakukan pada Rabu (6/1) waktu setempat atau Kamis (7/1) pagi waktu Indonesia, saat Kongres AS menggelar sidang gabungan untuk mengesahkan kemenangan Biden dalam pilpres AS 2020. Proses tersebut tengah berlangsung saat serbuan terjadi. (Detik.com, Kamis, 7/1/2021)

Baca juga  Pilkades Usai, Rakyat Kukar Menanti Kades "Tercantik "

Para pemimpin dunia dan diplomat pun mengecam kerusuhan yang dilakukan oleh pendukung Donald Trump di Gedung Capitol di Washington, AS. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan kerusuhan di Washington sebagai insiden yang “memalukan”. “AS adalah simbol demokrasi di seluruh dunia dan sangat penting bagi AS untuk melakukan transisi kekuasaan dengan damai dan tertib,” cuit Johnson dalam akun Twitternya.
Menlu Irlandia Simon Coveney mengatakan, “seluruh dunia melihat! Kami berharap restorasi keadaan kembali tenang”. Dia juga mengatakan gambar-gambar kerusuhan di Washington “mengejutkan” dan menyebut insiden tersebut “serangan terhadap demokrasi”.

Sementara itu, Menlu Prancis Jean-Yves Le Drian mengataka, “penyerangan terhadap insitusi Amerika adalah serangan terhadap demokrasi…keinginan dan suara rakyat AS harus dihormati”.
PM India Narendra Modi juga menyerukan agar AS melakukan transisi kekuasaan yang tertib dan damai. “Proses demokrasi tidak bisa disubversi melalui protes yang melanggar hukum”.

Baca juga  Vonis HRS : Bukti Ketidakadilan Sistem

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan, “Saya percaya akan kekuatan institusi dan demokrasi AS. Transisi kekuasaan yang damai adalah kunci. Joe Biden adalah pemenang pemilu”. (Beritasatu.com, Kamis, 7/1/2021)

Apa yang terjadi di Amerika Serikat sangat mencengangkan dunia. AS merupakan negara yang dianggap telah “matang” dalam berdemokrasi, tapi penolakan hasil pemilu justru ditempuh melalui langkah-langkah yang tidak demokratis. Kerusuhan ini menjadi catatan hitam atas perjalanan demokrasi di negara kampiun demokrasi ini.

Dalam buku How to Destroy America in Three Easy Steps, politisi dan kolumnis AS Ben Saphiro memaparkan Amerika akan hancur jika mengalami disintegrasi pada filosofinya (ideologi), kulturnya (kebiasaan yang mengakar kuat), dan historinya.
Apa yang terjadi pada negara Amerika bisa menjadi pelajaran bagi kita. Umat Islam memang dijanjikan oleh Allah SWT akan berkuasa sebagaimana dalam firman-Nya,

Baca juga  Lonjakan Harga di Bulan Istimewa

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS an Nuur: 55)

Berkaca dari konflik yang terjadi di AS, jika ingin kuat, umat Islam harus memiliki kesatuan filosofi, kultur dan histori. Dengan kata lain, memiliki kesatuan mafahim (pemahaman), maqayis (standar/tolok ukur kebenaran), dan qanaat (keyakinan).

Untuk itu dibutuhkan dakwah yang bersifat pemikiran dan politik untuk menanamkan mafahim, maqayis, dan qanaat Islami.