Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Indonesia berduka, belum kering airmata sebab wafatnya ulama berkharisma, Syeh Ali Jabir, sosok penuh kharismatik, santun, lembut dan lurus telah meninggalkan umat Islam seluruhnya hingga seakan gelapnya malam makin pekat, sebab bintang berpijar sumber ilmu dan tsaqofah Islam telah tiada.
Duka kembali menyelimuti negeri ini, setelah banjir yang bertandang di Kalimantan Selatan, kini gempa menimpa Sulawesi Barat, Kepala BMKG , Dwikorita Karnawati mengungkap 33 kali gempa susulan dalam 2 hari pasca gempa berkekuatan 6.2 M di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar).
Dwikorita menjelaskan gempa bumi pada patahan yang sama di Sulbar juga pernah terjadi pada tahun 1969 dan tahun 1984, di mana pada tahun 1969 berkekuatan 6,9 M mengakibatkan tsunami setinggi 4 meter.”Kemudian diulang tahun 1984 terjadi lagi gempa di sistem patahan yang sama kekuatannya lebih tinggi, yaitu sekitar 7,1 namun tidak tercatat adanya tsunami,” kata dia.
Dwikorita pun berharap energi gempa yang diprediksi akan dikeluarkan pada saat ini tersebut tersalurkan secara perlahan melalui gempa susulan yang berkali-kali ( detikNews.com, 16/1/2021).
Sejauh ini pemerintah belum banyak memberikan bantuan, justru masyarakat yang bergerak cepat, baik penggalangan dana maupun penyaluran bantuan. Padahal sebelum bencana beruntun, menteri sosial baru hasil reshuffle rajin blusukan, masuk gorong-gorong bahkan mendatangi gelandangan dan kemudian memberi pekerjaan begitu mudahnya.
Sangat memprihatinkan, para pengungsi di sekitar Kecamatan Ulumanda, Malunda dan perbatasan Majene-Mamuju diberitakan menjarah bantuan logistik. Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Majene Sirajuddin membenarkan,”Betul tapi kita sudah koordinasikan dengan tim setiap bantuan akan dikawal supaya mereka tidak ada yang menjarah sendiri,” kata Sirajuddin saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (kompas.com,16/1/2021).
Jangan lupa, Sulawesi Barat dan Kalimantan Selatan juga bagian dari Indonesia. Bahkan banyak yang menyindir Surabaya saja di kolong jembatannya banyak gelandangan dan belum tertangani, sudah main pencitraan di Jakarta. Hingga muncul status baru bagi beliau Mensos rasa Dinsos.
Pengurusan negara memang butuh kemampuan yang luar biasa. Sebab berurusan dengan pemenuhan kebutuhan rakyat. Baik dari kepala negara yang cerdas, cekatan dan adil maupun dari jajaran para pejabat di bawahnya. Maka hal itu butuh seperangkat aturan yang positif yang berpihak pada rakyat dan memudahkan penguasa.
Jika masih perhitungan untung rugi, tentu malah akan menimbulkan persoalan baru. Bagi orang beriman, bencana yang terjadi tak sekedar teori di atas kertas, namun ada campur tangan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, yang memerintahkan dan menggerakkan semua. Tanah pun marah, tentulah ini bukan tanpa sebab, saatnya kita intropeksi.
Dahsyatnya banjir di Kalimantan Selatan secara fakta bukan masalah tingginya tingkat hujan, melainkan dampak dari ketamakan para investor untuk mengekploitasi alam di sana. Wilayah yang dahulu dikenal dengan salah satu paru-paru dunia kini rata dengan air yang bergelombang. Entah berapa kerugian yang dialami, tak sebanding dengan nyawa rakyat yang terenggut.
Kebijakan pemerintah sangat berpengaruh memberikan kerusakan dan ini bukan pengurusan urusan rakyat, sebab rakyat samasekali tak menikmati hasil dari eksploitasi itu. Semua masuk kantong pengusaha dan pejabat korup yang hanya mementingkan kepentingan pribadi ataupun partainya.
Suatu kali di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah SAW lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, “Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.’’ Lalu, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata, Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!”.
Pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab pernah pula terjadi gempa. Ia berkata kepada penduduk Madinah, Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!”
Umar pun mengingatkan kaum Muslimin agar menjauhi maksiat dan segera kembali kepada Allah. Ia bahkan mengancam akan meninggalkan mereka jika terjadi gempa kembali. Sesungguhnya bencana merupakan ayat-ayat Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya, jika manusia tak lagi mau peduli terhadap ayat-ayat Allah.
Allah SWT berfirman,”Telah nampak al fasad (kerusakan) di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar Rum: 41).
Semua bencana yang sebetulnya pelakunya adalah manusia, adalah cara Allah SWT untuk mengingatkan manusia agar kembali kepada pengaturan Allah. Hingga semua tentara Allah baik tanah maupun air bisa jadi sudah muak kepada ulah manusia yang merusak alam tanpa peduli kerusakan yang ditimbulkannya. Kapitalisme memang tak manusiawi, ia meniscayakan liberalisme sekaligus hegemoni atas nama korporasi. Saatnya kita mengadakan perubahan, menuju dunia lebih baik, dengan kembali kepada aturan Allah SWT saja. Wallahu a’lam bish showab