Opini  

Pencabutan Perpres Investasi Miras dan Harapan Negeri Bebas Miras

Oleh : Nor Hilmi Wati (Mahasiswi)

Belakangan ini terjadi pro dan kontra di berbagai kalangan sejak dikeluarkannya lampiran Peraturan Presiden (Perpres) mengenai investasi miras bahkan hingga akhirnya presiden mencabut peraturan tersebut. Pihak-pihak yang kontra terhadap pencabutan peraturan tersebut merasa bahwa hal ini justru akan berdampak buruk terhadap perekonomian sebab dalam pandangan mereka investasi miras ini sangat menguntungkan.

Meskipun mereka juga tidak menafikan bahwa di balik keuntungan besar itu terdapat pula kerugian besar, yakni pengaruh buruk miras di antaranya mulai dari kerusakan moral, tindak kekerasan, pelecehan, masalah kesehatan hingga kematian. Namun, lagi-lagi mereka menyangkal dengan dalih bahwa hal sosial dan hal pertumbuhan ekonomi tidak dapat dicampuradukkan.

Bahkan mereka justru beranggapan bahwa untuk menghindari atau mengatasi dampak-dampak buruk dari miras bukanlah dengan melarang miras itu sendiri melainkan dengan mengaturnya. Melihat dari peraturan yang telah ada sebelumnya, sebenarnya aturan terkait miras baik peredaran maupun penggunaannya tidak membawa pengaruh baik apapun. Meskipun terdapat batas usia yang diperbolehkan untuk mengonsumsi miras hal tersebut tidak mengurangi dampak-dampak buruk yang dihasilkan, karena sesungguhnya berapa pun usia dan apa pun alasannya pengaruh miras terhadap pengonsumsinya tetaplah ada.

Begitu juga dengan upaya pencantuman kadar alkohol sebagai bentuk peringatan pun sama saja tidak akan mengurangi dampak, karena baik sedikit atapun banyak hukumnya tetaplah haram dan mendatangkan dosa. Hal ini sesuai sabda Rasulullah saw, yang artinya “dari Abdullah bin Umar dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘setiap yang memabukan adalah haram dan sesuatu yang banyaknya memabukkan maka sedikitnya pun haram” (HR Ibnu Majah)

Baca juga  Pengamat Politik Hendri Satrio Dorong Teguh Santosa Jadi Senator

Di sisi lain pihak yang pro seharusnya pun tidak mencukupkan atas pencabutan lampiran Perpres investasi miras ini saja sebab pencabutan ini tidak diiringi pula dengan penghapusan regulasi lain yang mengijinkan produksi, distribusi atau peredaran dan konsumsi miras sehingga tidak ada jaminan akan hilangnya pengaruh buruk miras dalam kehidupan masyarakat sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya. Bahkan Rasulullah saw pun telah berkata: “Khamr adalah induk berbagai macam kerusakan. Siapa yang meminumnya, shalatnya selama 40 hari tidaklah diterima. Jika ia mati dalam keadaan khamar masih di perutnya, berarti ia mati seperti matinya orang Jahiliyyah.” (HR. Ath-Thabrani. Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 1854 menyatkaan bahwa hadits ini hasan).

Hal ini wajar terjadi di tengah sistem sekuler-kapitalisme, di mana segala sesuatu dipandang berdasarkan asas kebermanfaatannya tidak peduli halal atau haram, selagi membawa manfaat dan menguntungkan maka masih bisa dipertimbangkan. Miras dianggap mampu meningkatkan perekonomian negara terutama pariwisata karena biasanya para turis mancanegara yang sedang berlibur atau yang sedang memiliki kepentingan seperti pekerjaan dianggap menjadi peluang bisnis, sebab para asing ini memiliki kebiasaan atau budaya mengonsumsi miras.

Baca juga  Opini: PTM Terbatas Lagi? Butuh Solusi Tuntas Atasi Pandemi

Padahal jika diamati pun jauh lebih banyak kerugian yang akan didapatkan dari pada keuntungan itu sendiri. Inilah akibat dari diterapkannya sistem sekuler-kapitalisme, sebesar apapun dampak buruk yang akan dihasilkan tidak akan menyurutkan keinginan mereka, karena yang menjadi fokus utama hanyalah keuntungan besar berupa materi, meskipun dampak buruk tersebut akan menyengsarakan banyak orang.

Selain itu pengaruh paham liberalisme semakin memperburuk keadaan yakni menjunjung tinggi kebebasan terus berkembang di tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam, masyarakat sering kali acuh dan beralasan takut melanggar atau mengusik kebebasan individu walau hanya sekedar menegur dan mengingatkan sehingga menyebabkan hal ini terus terjadi bahkan semakin meresahkan.

Padahal sebagai seorang muslim kita memiliki kewajiban untuk saling mengingatkan satu sama lain apabila terjadi kemungkaran di sekitar kita karena azab dan laknat Allah tidak hanya ditimpakan pada mereka yang berlaku maksiat tapi juga kepada orang-orang yang bahkan tidak melakukannya sekalipun.

Baca juga  Tuntutan Hukuman Mati Jaksa pada TM Sudah Tepat

Dalam Islam sudah jelas dan tidak ada perdebatan di dalamnya mengenai hukum miras sebagaimana dalam Q. S al-Maidah (5): 90 yang artinya “wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”

Terdapat pula hadits Rasulullah saw: “Allah melaknat khamr, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, orang yang memerasnya, orang yang mengambil hasil perasannya, orang yang mengantarnya dan orang yang meminta diantarkan.” (HR. Abu Daud, no. 3674; Ibnu Majah no. 3380. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih. Lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib no. 2356)

Berdasarkan terjemahan ayat al-qur’an dan hadits di atas sudah sangat jelas bagaimana Islam memandang miras sekalipun ia dianggap mampu membawa manfaat dari segi ekonomi hal ini tentu saja tidak menjadikannya halal sebab Allah sendiri telah mengharamkannya. Jadi tidak ada alasan apapun yang memperbolehkannya baik untuk diproduksi, dikonsumsi, didistribusi dan sebagainya dengan begitu miras dapat dieliminasi secara total dari kehidupan masyarakat. Wallahu’alab Bisshawab.