Oleh : Novita Ekawati
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan tahun ini akan ada penambahan empat fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) yang mulai beroperasi, terdiri dari tiga smelter nikel dan satu smelter timah. Sehingga total smelter yang beroperasi tahun ini akan mencapai 23 smelter. Dari total target 23 smelter beroperasi, di antaranya 16 smelter nikel, dua smelter tembaga, dua bauksit, satu smelter besi, satu smelter mangan, dan satu smelter timbal dan seng. Sampai dengan 2024 mendatang, pemerintah menargetkan sebanyak 53 smelter beroperasi. ( https://www.cnbcindonesia.com )
Diantara 16 smelter nikel yang ditargetkan beroperasi segera adalah smelter nikel di Balikpapan, Kalimantan Timur. Melalui perusahaan Mitra Murni Perkasa (MMP) sampai saat ini dalam proses pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) nikel. Proyek raksasa ini ditargetkan rampung pada tahun 2023 mendatang.
Dipilihnya lokasi industri smelter MMP di Pelabuhan Kariangau, Balikpapan dikarenakan lokasinya memiliki kedalaman laut menunjang pelayaran untuk distribusi. Disisi lain, kota Balikpapan memiliki potensi sumber daya manusia (SDM) yang cukup banyak.
Pabrik smelter nikel di Kariangau diharapkan untuk menunjang proyek baterai pemerintah. Namun tidak menampik produk nikel tersebut akan di ekspor ke luar negeri. Ada tiga perusahaan baterai di Asia yang ditargetkan menjadi tujuan ekspor, yakni Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang.
Persiapan lahan dalam proyek smelter sekitar 23 hektar untuk tahap pertama dari total 58 hektar yang disiapkan dan akan terus menerus diperluas. Pembangunan smelter nikel di Kariangau Balikpapan totalnya akan menyedot anggaran Rp6,5 triliun. ( https://kaltim.idntimes.com )
Kran Investasi Menguntungkan Kapitalis
Indonesia yang ditargetkan untuk terus mengembangkan smelter logam baru yang dibangun dengan raksasa baja dan nikel. Smelter baru yang digadang-gadang akan menyediakan Indonesia dengan investasi yang memang diperlukan untuk mengembangkan industri baterai kendaraan elektrik (EV) di Indonesia.
Namun sampai saat ini masih menuai kritik yang tidak berhenti mengalir. Banyak pakar lingkungan memperingatkan proyek tersebut berbahaya. Perlu penanganan yang hati-hati agar tidak merusak lingkungan dan komunitas sekitar.
Dalam sistem kapitalisme, kran investasi yang dibuka akan menjadi jalan tol yang mulus bagi penjajah untuk menguasai aset strategis dalam suatu wilayah. Melalui investasi, pihak investor dapat dengan mudah mengendalikan suatu negara bahkan mengintervensi kebijakan yang dirumuskan penguasa di negeri tersebut. Nyaris semua regulasi dirumuskan sesuai pesanan investor baik melalui peraturan perundangan, mulai amandemen, konstitusi hingga pembuatan berbagai Undang-undang.
Lebih parah lagi adalah jika aset negara atau daerah penyerahan pengelolaannya diserahkan pada pihak swasta ataupun asing, melalui dalih investasi. Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak mampu mengelola secara mandiri aset dalam negeri. Alhasil, dengan mudah aset-aset strategis negara yang sejatinya milik umat telah berpindah kepada korporasi asing maupun swasta.
Melalui investasi ini, daerah akan meningkatkan pajak pendapatan dan menambah pendapatan lokal/nasional, itu hanyalah mitos. Sebaliknya, social cost maupun kerugian ekonomilah yang akan diperoleh sebagai dampak dari pengelolaan SDA berbasis bisnis.
Politik Industri dalam Islam
Membangun industri mandiri memerlukan investasi yang besar. Bagi negara pengemban kapitalisme, investasi itu biasa didapatkan dari dana pinjaman atau divestasi saham kepemilikan ke publik (pihak swasta ataupun asing).
Ketika para investor asing masuk ke negeri muslim, mereka menginginkan sistem yang sama. Alhasil, industri besar mayoritas dimiliki kapitalis besar yang notabene asing.
Negara dalam Islam bertujuan melindungi dan memelihara jiwa, akal, harta, agama, nasab, dan keamanan. Karena itu, seluruh politik perindustrian akan disinergikan mewujudkan tujuan diterapkannya syariat, yaitu merealisasikan kemanfaatan untuk umat manusia (mashâlih al-‘ibâd), baik urusan dunia maupun urusan akhirat mereka.
Perindustrian diarahkan untuk mampu mengatasi seluruh kebutuhan dari rakyat negara Islam, baik muslim maupun nonmuslim. Tidak ada artinya produksi yang berorientasi ekspor, jika pada saat yang sama, untuk berbagai kebutuhan yang mendasar harus mengimpor, padahal itu sudah bisa dipenuhi kemampuan industri dalam negeri.
Dari sisi nonfisik, seluruh pembangunan industri harus dibangun dalam paradigma kemandirian. Tak boleh sedikit pun ada peluang yang akan membuat kita menjadi tergantung kepada negara- negara penjajah, baik dari sisi teknologi (melalui aturan-aturan lisensi), ekonomi (melalui aturan-aturan pinjaman atau ekspor-impor) maupun politik.
Negara wajib mengelola secara mandiri. Tidak boleh bergantung pada impor atau menguasakan industri tersebut kepada swasta atau asing. Jika kepemilikannya milik umum, negaralah yang menjadi pengelolanya. Negara pula yang mengatur dari produksi bahan bakunya hingga distribusinya.
Membangun kemandirian industri hanya bisa terwujud jika negara mengubah sistem dan pola pengaturan kehidupan kepada Islam. Kapitalisme gagal, sosialisme telah usang. Hanya satu harapan untuk mewujudkan kemandirian negara. Tinggalkan kapitalisme, terapkan syariat Islam secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a’lam bis shawab… []