

Oleh : Nor Hamidah
(Pemerhati Sosial)
Sejak sebelum lebaran, keputusan pemerintah tak menetapkan penutupan lokasi wisata menjadi sorotan, sementara larangan mudik diberlakukan pada 6-7 Mei 2021, kebijakan ini ditetapkan untuk mencegah penyebaran virus corona.
Mudik yang merupakan mobilitas manusia dalam jumlah besar dikhawatirkan dapat menjadi media penularan virus corona dalam skala masif, dibukanya tempat wisata dimanfaatkan warga sejak hari kedua Idul Fitri, jum’at ( 14/5/2021) dan sabtu (15/5/2021).
Larangan mudik Lebaran tahun 2021 demi mencegah penyebaran Covid-19 bertolak belakang dengan pembukaan objek wisata yang berpotensi memicu kerumunan dan mengakibatkan lonjakan kasus Covid-19, dua kebijakan ini dianggap membingungkan masyarakat.
Membuka lokasi tempat wisata ditengah pandemi Covid-19 sangat berisiko dan berpotensi besar menularkan virus Corona, jika pemerintah ingin membatasi pergerakan Masyarakat dengan melarang mudik Lebaran maka seharusnya sejalan dengan mencegah warga berwisata, begitu pula dengan menutup pintu masuk bagi warga asing dari Luar Negeri.
Sejumlah tempat wisata terpantau penuh sesak oleh pengunjung, yang tak menjaga jarak dan bahkan tak mengenakan masker, sebelumnya para ahli kesehatan terutama epidemiolog, telah mengingatkan bahwa pembukaan tempat wisata pada masa libur lebaran adalah kebijakan yang kontraproduktif terhadap upaya pencegahan penularan virus corona.
Diberitakan Kompas.com 24 April 2021, epidemiolog Universitas Gajah Mada, Bayu Satria Wiratama mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah melarang mudik lebaran, akan tetapi membuka lokasi wisata akan penuh dengan resiko.
Pemerintah memutuskan untuk tidak menutup tempat wisata selama libur Hari Raya Idul Fitri 1442 H. Tempat wisata hanya diwajibkan menerapkan protokol kesehatan serta membatasi jumlah pengunjung dan jam oprasional. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito saat konfrensi pers di Gedung BNPB, Merdeka.com, kamis (6/5/2021).
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi II DPR dari fraksi PKB, Lukman Hakim mengaku tidak setuju dengan keputusan pemerintah itu. Menurutnya jika pemerintah tetap membuka tempat wisata, maka larangan mudik yang sudah mulai diterapkan akan sia-sia. Dia pun mendorong pemerintah untuk segera membuat aturan pelarangan pembukaan tempat wisata. Saya minta Mendagri segera menerbitkan instruksi keseluruh daerah terkait penutupan tempat wisata selama libur lebaran. Pasti lebih baik jika selama libur lebaran 6-17 Mei, seluruh pemerintah daerah tidak mengizinkan pembukaan tempat wisata di daerah masing-masing, katanya dalam keterangan tertulisnya, Merdeka.com, kamis (6/5/2021). Dia mengapresiasi kebijakan pemerintah lainnya dalam upaya penanganan penyebaran virus Corona seperti pembatasan buka puasa bersama, larangan open house bagi ASN dan sebagainya. Namun menurutnya pemerintah juga harus waspada terhadap ancaman penyebaran Virus Corona di tempat wisata.
Jangan sampai kebijakan itu rusak dan sia-sia akibat pemerintah tidak menghitung ancaman badai covid-19 yang datang dari tempat-tempat wisata selama libur lebaran, jelas Luqman. Kita harus sungguh-sungguh waspada, apalagi sudah ditemukan Varian baru mutasi Covid-19 yang lebih ganas penyebarannya. Dia menyadari alasan pemerintah tetap membuka tempat wisata selama libur lebaran, namun menurutnya, akan jauh lebih penting jika pemerintah fokus mengantisipasi penyebaran virus Corona agar tidak melonjak seperti di India.
Sedangkan di daerah Pandeglang Banten para pedagang mengadakan Demo protes terhadap kebijakan penutupan tempat wisata, para pedagang ditempat tersebut sampai menutup akses jalan karena kecewa dengan keputusan Gubernur Banten Wahidin Halim yang menutup pariwisata hingga 30 Mei 2021.
Sebetulnya kita udah ikutan aturan pemerintah, tapi dirasa, kebijakannya plin plan. Disini ditutup tapi ditempat lain masih dibiarkan buka sama petugas, kata Wati warga setempat kepada wartawan saat ditemui di Carita, Pandeglang Banten, minggu (16/5/2021).
Sehingga dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak jelas ini, akan membuat bingung Masyarakat bahkan kepatuhan Masyarakat menurun, mereka akan berpikir untuk apa pula berkorban untuk tidak mudik demi menekan laju pandemi tapi objek wisata dibuka dimana-mana.
Begitulah selama sistem yang kita pakai masih dalam sistem kapitalis maka semua kebijakan dibuat bukan untuk kepentingan rakyat tapi akan digunakan hanya untuk kepentingan penguasa dan pengusaha, bahkan inkonsistensi kebijakan penanganan wabah dalam sistem kapitalis sekular yang memposisikan nyawa tak lebih berharga dari materi. Kebijakannya berputar pada perbaikan ekonomi bukan kemaslahatan rakyat, sehingga rakyat pun dirugikan secara ekonomi dan kesehatan.
Padahal dalam islam rakyat harus diurusi oleh pemimpin atau kepala Negara, seperti dalam hadist Rasulullah SAW bersabda “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan ia akan diminta pertanggung jawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Maka hanya dengan islam lah rakyat akan hidup sejahtera dan selamat, sementara apabila kita jauh dari aturan islam, hidup pasti akan sengsara penuh derita, bahkan selama disetir oleh kapitalis tidak akan satu pun kebijakan yang berpihak kepada rakyat.
Wallahu’alam bi ash showab.