Opini  

Upah membawa Berkah dalam Sistem Islam

Oleh: Sriwidarti,S.Pd/Pendidik

Bisnis.com, JAKARTA – DPR resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2/2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadi Undang-Undang (UU) pada rapat paripurna DPR ke-19 masa persidangan IV tahun sidang 2022-2023 pada Selasa (21/3/2023)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Sejumlah kalangan menolak keputusan DPR yang menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja untuk disahkan menjadi undang-undang saat perppu tersebut sedang diuji di Mahkamah Konstitusi.

Mengutip dari Kompas.id, Peneliti The Institute for Ecosoc Rights Sri Palupi mengungkapkan, UU Cipta Kerja akan berdampak buruk bagi masyarakat perdesaan dan kaum buruh

Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 membolehkan pemotongan gaji buruh sebesar 25% bila perusahaan terdampak krisis global. Padahal saat ini nasib para buruh dalam kondisi rawan karena menjadi pekerja kontrak dan adanya  sistem outsourcing sebagai buah  UU Ciptaker  yang sudah disahkan oleh DPR.  Sungguh nasib para buruh makin mengenaskan dalam tatanan sistem ekonomi kapitalis. Mirisnya, negara justru membuat regulasi yang menguntungkan pengusaha.

Aktivis buruh Nining Elitos juga mengecam pengesahan UU Cipta Kerja. Menurut dia, buruh akan kehilangan kepastian kerja, ekonominya semakin tertekan karena upah akan semakin rendah, sedangkan beban kerja bertambah, hingga nilai tawar buruh terhadap perusahaan dan pemerintah akan merosot (Kompas.id)

Nining menilai, UU Cipta Kerja diciptakan untuk kepentingan pengusaha. Suara-suara penolakan dari masyarakat, mulai dari jalanan hingga jalur uji materi di Mahkamah Konstitusi, tidak didengar. Bahkan, suara masyarakat dibungkam dengan surat telegram Kepala Polri yang menginstruksikan anggota kepolisian untuk melawan narasi anti-UU Cipta Kerja di masyarakat.

Baca juga  Prostitusi Anak Makin Marak, Di mana Peran Negara?

“Kekuasaan hari ini semakin culas dan mereka tidak butuh rakyat, yang mereka butuhkan hanya investasi, tetapi mengorbankan aspek yang lebih besar, yaitu persoalan kemanusiaan yang adil dan sejahtera,” kata Nining.

Sikap pemerintah dan DPR yang terus mengesahkan UU Cipta Kerja dengan berbagai cara meski dinyatakan inkonstitusional oleh MK juga membuktikan suara masyarakat tidak dipertimbangkan dalam undang-undang ini.

Pandangan Islam mengenai UU Cipta Kerja

RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan DPR menjadi Undang-Undang (UU) hukumnya haram dalam Islam. Mudir Ma’had Al Abqary, KH Yasin Muthohar mengungkapkan, Rasulullah SAW bersabda bahwa tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain di dalam Islam.

“Perkara yang mengandung bahaya itu hukumnya haram. Maka hukum asal perkara yang membahayakan adalah haram,” katanya dalam video yang berjudul Keputusan yang Dimurkai oleh Allah (KENDARI, TELISIK.ID )

Islam sangat memperhatikan nasib para pekerja. Ada berbagai mekanisme dalam Islam yang membuat pekerja mendapatkan gaji yang memungkinkan untuk hidup layak.  Selain itu, negara juga memberikan jaminan kesejahteraan melalui pemenuhan kebutuhan pokok, individual maupun komunal.

“Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Bersabda: ‘Berikanlah upah orang upahan sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah dan Imam Thabrani)

Dari hadis tersebut dapat disimpulkan, Islam sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Berbeda dengan konvensional yang hanya memandang manusia sebagai barang modal. Manusia tidak boleh diperlakukan seperti halnya barang modal, misalnya mesin.

Baca juga  Opini: Bias Hukum, Penista Islam Selalu Berulang

“Bayarlah upah kepada karyawan sebelum kering keringatnya, dan beri tahukan ketentuan gajinya terhadap apa yang dikerjakan.” (HR Baihaqi).

Islam sangat menolak perilaku eksploitatif terhadap karyawan. Karena itu, membayar upah karyawan tepat waktu termasuk amanah yang harus segera ditunaikan. Besarannya pun harus disesuaikan dengan kebutuhan minimal untuk bisa hidup sejahtera. Itulah makna yang terkandung dalam hadis di atas.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (QS An-Nisa [4]: 58).

Islam sangat melarang manusia memakan harta dengan cara yang batil. Mengupah karyawan semaunya, padahal sebenarnya perusahaan mampu membayar lebih, ini merupakan kebatilan yang harus ditinggalkan.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisa [4]: 29).

Upah Berkah dalam Islam

Seperangkat aturan yang terpancar dari sistem Islam ini meliputi seluruh aspek kehidupan. Dari masalah ekonomi, sosial, politik, pemerintahan, hukuman dan keamanan, pun termasuk didalamnya adalah problem ketenagakerjaan. Islam menentukan upah buruh menggunakan standar kemanfaatan seberapa besar tenaga buruh yang diberikan, bukan living cost terendah. Upah diberikan atas kesepakatan antara pekerja dan majikan. Karena itu, tidak akan terjadi eksploitasi tenaga buruh. Jika terjadi sengketa antara buruh dan pengusaha soal upah, maka keduanya menunjuk ahli untuk menentukan upah yang sepadan. Namun, jika tetap tak ditemui kesepakatan, negara kemudian memilihkan ahli atau pakar yang bisa membuat keduanya ridha atas besaran upah. Maka, tidak akan ada penentuan batas UMR (upah minimum regional) oleh negara. Sebab, ini sama dengan menentukan harga, yang dalam sistem ini tidak diperbolehkan. Oleh sebab itu, hanya sistem Islamlah yang mampu menyelesaikan problem dasar perburuhan, juga solusi bagi seluruh problem rakyat bahkan, kehidupan.

Baca juga  Gerak Cepat Salah Kaprah

Problem buruh tidak akan selesai sepanjang model kepemimpinan memakai sistem yang berasal dari hasil pikir manusia yang lemah. Sedangkan dalam sistem pemerintahan Islam yang tegak hingga 13 abad lebih, tidak pernah terjadi. Sebab, pemimpinnya bertanggungjawab langsung atas amanah mengurus rakyat kepada Allah Swt, dan ia  menjadikan takwa sebagai asas dalam kepemimpinannya. Mensejahterakan rakyat adalah salah satu tujuannya menjadi pemimpin, bukan hanya memastikan rakyatnya hidup sejahtera di dunia, namun juga hingga akhirat. Mari kembali kepada Islam kaffah yang menerapkan aturan yang sempurna  dalam kehidupan

 Wallahu A’alam