Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID, 7 Oktober 2021, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas (Karopenmas Divhumas) Polri, Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, Bareskrim Polri sedang menindaklanjuti temuan PPAT terkait adanya aliran dana Rp 120 triliun diduga berasal dari transaksi sindikat narkoba dengan melakukan investigasi bersama lembaga intelijen keuangan tersebut.
“Ini sedang ditindaklanjuti tentunya hasilnya bagaimana kita tunggu saja perkembangan hasil koordinasi, dan tentunya hasil investigasi bersama Polri dan PPATK,” kata Rusdi di gedung Divisi Humas Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan, informasi rekening jumbo Rp 120 triliun tersebut merupakan angka konservatif yang ditotalkan dari transaksi selama periode 2016 sampai dengan 2020. Totalnya ada 1.339 individu dan korporasi yang PPATK periksa dan catat sebagai aliran transaksi keuangan yang mencurigakan yang datang dari tindak pidana narkoba (Republika.co.id,7/10/2021).
Mafia Narkoba Perusak Generasi Bangsa
Terungkapnya rekening gendut yang disinyalir berasal dari sindikat narkoba ini mengingatkan kita, betapa pelaku bisnis haram itu tak lagi memikirkan dampak negatif dari bisnisnya, yang terpenting adalah aliran dana ke kantong pribadinya lancar. Sedangkan pada April lalu seorang mahasiswa USU berinisial Okto Berlin Siahaan (21) yang diamankan petugas BNN usai menjadi pengedar ganja di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara samasekali tak menyentuh empatinya.
Penangkapan mahasiswa USU terungkap saat gelar pemusnahan ganja total 16.532,03 gram yang didapat dari dua tersangka Berlin Siahaan dan rekannya Nefo Kaban (27) di Kantor Badan Narkotika Nasional Provinsi Sumut. Dimana dari tangan tersangka Berlin, BNN Sumut berhasil menyita ganja 850 gram. Sementara tersangka Nefo Kaban sebanyak 740 gram ganja. (Tribunnews.com,9/4/2021).
Dengan kata lain, hingga mahasiswa berani ambil resiko menjadi pengedar barang haram sama halnya memastikan betapa dangkalnya akidah yang dimiliki oleh individu negeri ini sehingga tak lagi bedakan mana bisnis halal dan haram, begitu juga bisa kita lihat betapa lemahnya penjagaan negara hingga narkoba yang terlarang bisa leluasa menjadi peluang usaha.
Rekening Gendut Mafia Narkoba, Jangan Hanya diungkap Demi Pajak
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Erdiana Rae menjabarkan, aliran dana rekening Rp120 triliun ini tidak cuma melibatkan sindikat narkoba dalam negeri saja. Ada juga sindikat luar negeri yang terlibat, karena pada dasarnya aktivitas sindikat narkoba memang tidak terbatas di dalam negeri saja.
“Kita tidak bisa bacanya terputus-putus, semua jaringan global ini harus kita lihat, dan PPATK sendiri ikut (melihat) ke mana uang bergerak, apakah dari luar negeri ke dalam negeri, atau sebaliknya, kita catat semua (transaksi yang ada),” tutur Dian (idntimes.com, 6/10/2021).
Mengerikan bukan? Sebuah bisnis yang dikerjakan tidak hanya orang dalam negeri tapi melibatkan pedagang luar negri yang notabene mayoritas kafir, tak mengenal halal haram dan dengan beragam latar belakang. Ironinya, Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, yang seharusnya paling getol menolak peredarannya. Ada apa, mengapa setelah viral baru pihak keamanan bergerak?
Publik berharap pengungkapan data kejahatan ini bukan hanya dilakukan untuk menarik pungutan (pajak) semata, tapi semestinya menjadi pijakan memberantas jaringan narkoba dan menutup semua pintu berkembangnya aktifitas terlarang yg bisa menjerusmuskan ribuan anak bangsa dalam kerusakan .
Bisa jadi sikap individualistis hari ini juga ikut memperparah keadaan, merasa bukan anak atau keluarganya yang terlibat dalam narkoba sehingga menganggap bukan urusannya.
Inilah akibat diterapkannya agama (Islam) hanya sebagai pengatur ibadah seseorang, padahal Islam bukan agama biasa dan tak bisa dibandingkan dengan agama-agama yang lain di dunia, selain mengandung akidah Islam juga mengandung syariat, yaitu seperangkat peraturan hidup yang mampu menjadi solusi dari semua persoalan manusia.
Rasulullah Sang Suri Tauladan kita telah mencontohkan hal itu, beliau bukan hanya Nabi dan Rasul utusan Allah, pembawa Risalah, tapi juga pemimpin sebuah negara. Tentu dasar negaranya adalah syariat. Dan salah satu tujuan adanya negara adalah menjaga akal rakyatnya.
Hal-hal yang merusak bahkan mampu menghilangkan akal seseorang hingga ia lalai dalam ibadahnya, negara yang menjamin menghilangkannya. Narkoba salah satunya. Suasana perekonomian tak akan dimatikan, namun negara akan mengatur apa dan siapa yang boleh berdagang. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah Saw berikut: Dari Ummu Salamah, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu saw melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).” (HR Abu Daud Nomor 3686 dan Ahmad 6: 309. Jika khamr itu haram, maka demikian pula dengan mufattir atau narkoba.
Demikian pula firman Allah SWT dalam QS Surah Al A’raf :157, yang artinya: “Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (QS Al A’raf: 157). Setiap yang khobits ( memberikan efek negatif) terlarang dengan ayat ini.
Negara dengan semua perangkat yang dimilikinya tentu mampu menerapkan ini, terlebih bagi pemimpin dalam Islam yang menempatkan kedudukannya sebagai periayah (pengurus) rakyat. Apa jadinya jika generasi yang dimiliki adalah generasi rusak jago gedek karena narkoba?
Perlu kita perhatikan pula, upaya keluar dari jeratan narkoba termasuk berbisnis dengannya tak akan bisa benar-benar terwujud jika kita masih mempertahankan demokrasi kapitalisme. Dua sistem ini saling bersinergi menumpuk manfaat bagi penguasa yang sudah didanai pengusaha. Berapa kali berganti penguasa melalui pemilu, tak juga memunculkan pemimpin yang bertakwa dan benar-benar menerapkan syariat.
Malahan, seiring waktu ikut berputar dengan sistem dan hanya menjadi penggembira. Idealisme awal yang diusung ketika ia mencalonkan diri sebagai pemimpin umat buyar seiring dengan ketentuan demokrasi untuk berkoalisi dengan partai nasionalis yang mengusung kemanfaatan.
Kombinasi sanksi yang tegas, pemimpin yang bertakwa dan sumber hukum yang bukan berasal dari manusia akan benar-benar mewujudkan bebas narkoba dan berbisnis dengannya. Wallahu a’ lam bish showab.