Wacana Tenaga Medis Menuju Kebijakan Satu Tempat Praktik

Salah satu tempat praktik dokter gigi. (foto: im lauda)

POINSEMBILAN.COM, JAKARTA – Ketentuan mengenai Surat Izin Praktik (SIP) paling banyak tiga (3) tempat bagi tenaga medis sebagaimana diatur dalam UU Praktik Kedokteran mulai mendapat tantangan.

Ketua Biro Hukum PB PDGI (Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia) Dr. drg. Paulus Januar Satyawan, M.S memaparkan, sedikitnya ada enam hal yang membuat tempat praktik bagi tenaga medis dapat lebih dari satu.

Pertama, bertujuan menjaring pasien dengan mendekatkan tempat praktik dengan pasien, mengatasi kesulitan asesibilitas pasien, keterbatasan sarana, terdapat kasus penyakit yang perlu ditangani secara tim, masih terdapat pola berobat pasien yang berorientasi pada dokter favorit, dan berpraktik di tempat praktik yang karakteristiknya berbeda.

Selain itu, kondisi di Indonesia kondisi tenaga medis yang jumlahnya masih terbatas, sebaran tidak merata, dan kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.

Baca juga  Tak Kenal Lelah, dari Pagi Sampai Petang, Irwan Rapikan Parkiran Motor di RSUD Majene

“Bagaimana bila hanya diperbolehkan satu tempat praktik? Apakah satu tempat praktik akan membuat kondisi lebih baik?,” tanyanya dalam webinar Hal itu muncul dalam webinar dengan topi ‘Tenaga Medis Menuju Kebijakan Satu Tempat Praktik: Masalah, Peluang, dan Tantangan’ yang diadakan oleh Himpunan Advokat Spesialis Rumah Sakit (HASRS) dan Magister Hukum Kesehatan (MHKes) Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Sabtu (30/10/2021).

Ia menambahkan, dari sisi kebutuhan dari tenaga medis, ada kesejaheraan, kondisi kerja, jaminan kepastian, pengembangan diri dan karier, serta aktualisasi diri (pengabdian, belarasa, nama baik).

Bila ada konsekuensi wajib satu tempat praktik mempengaruhi banyak hal.

“Alokasi tenaga medis lebih terkonsentrasi di kota besar dan pada sarana pelayanan yang besar,” tuturnya.

Baca juga  Bahaya Onani, Ini Penjelasan dr. Boyke

Selain itu, distribusi tenaga medis semakin tidak merata, sarana pelayanan kesehatan yang kecil dan tidak banyak pasien akan kekurangan tenaga medis, tutupnya sarana pelayanan kesehatan yang kekurangan tenaga medis sehingga kapasitas pelayanan secara total akan berkurang.

Dampak lain tenaga medis yang masih bertahan di sarana pelayanan kesehatan yang kecil tidak dapat optimal dengan jumlah pasien yang dapat ditangani.

“Kebutuhan tenaga medis dalam jumlah banyak dan berlakunya secara ketat prinsip permintaan-penawaran. Dokter yang menjadi dosen klinis hanya dapat praktik di RS Pendidikan. Praktik dokter yang bersifat karitatif/nirlaba akan drastic berkurang,” papar Dr. Paulus.

Bila UU ini jadi dilaksanakan dan dokter pada akhirnya hanya boleh praktik paling banyak tiga tempat, bahkan hanya satu tempat juga dikhawatirkan ada kemungkinan tenaga medis warga negara asing untuk mengisi kekurangan.

Baca juga  DPRD Enrekang Nilai RSUD Majene Miliki Alur Baik Tangani Corona

Dokter tersebut melakukan pelayanan kesehatan dan bukan dalam rangka alih keahlian dan teknologi.

Melihat hal tersebut, pihaknya sepakat bahwa kewajiban hanya satu tempat praktik tenaga medis dianggap tidak relevan dan tidak realistis.

Hadir dalam webinar tersebut Dekan Fakultas Hukum UGM Dahliana Hasan, S.H, M.Tax, Ph.D, Ketua Umum HASRS Dr. Muhammad Luthfie Hakim, S.H., M.H, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan RI Sundoyo, S.H,M.K.M, M. Hum, Ketua Umum terpilih PB IDI dr. Mohammad Adib Khumaidi, SpOT, Sekjen ARSSI drg. Iing Ichsan Hanafi, M.A.R.S.,M.H. (lis-wartakota)