Daerah  

Oktober 2022, Inflasi Sulbar Tercatat 5,26 Persen, Enam Terendah Nasional

MAJENE– Pemprov Sulawesi Barat melaksanakan High Level Meeting (HLM) Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) ke 3 se- Sulbar yang dihadiri sekitar 50 orang, Rabu 9 November 2022, di Ruang Pola Kantor Bupati Majene.

Hadir dalam kegiatan itu, Pj. Gubernur Sulbar, Dr. Drs. Akmal Malik M.Si, Bupati Majene, Andi Ahmad Syukri Tammalele SE., MM, Kepala Perwakilan BI Sulbar Hermanto, Para TPID se-Sulbar, Pimpinan Instansi Vertikal Kab. Majene, Kepala OPD Sulbar, Kepala OPD Kab. Majene, Pimpinan Perbankan Kab. Majene. Pegawai Bank BI Prov. Sulbar. Wartawan media cetak dan elektronik, serta tamu undangan lainnya.

Dalam kegiatan tersebut Bupati Majene Andi Ahmad Syukri Tammalele SE, MM dalam sambutannya menyampaikan Penghargaan dan ucapan terimakasih yang disampaikan kepada BI Sulbar bersama Pemprov. Sulbar yang melaksanakan HLM TPID di Kab. Majene, dimana diikuti oleh seluruh TPID Se-Sulbar.

Hal tersebut sebagai upaya meningkatkan koordinasi seluruh Kabupaten di Prov. Sulbar, dengan BI Sulbar dan Pemprov Sulbar dalam mendukung pergerakan dan pertumbuhan ekonomi daerah melalui penciptaan stabilitas inflasi yang sehat dalam mendukung perekonomian masyarakat.

Tantangan terbesar Kab. Majene dalam pengendalian inflasi, salah satunya adalah Majene bukan daerah penghasil komoditas pangan.

Adapun beberapa kecamatan penghasil pangan seperti di Kec. Sendana hingga ke Kec. Malunda produksi pangan hanya cukup untuk memenuhi konsumsi keluarga pemilik lahan, belum cukup untuk dilepas kepasaran dan meningkatkan ketersediaan pangan.

Sementara di Kec. Malunda yang memiliki potensi lahan untuk dikembangkan komoditi pangan terkendala pada distribusi barang akibat buruknya jalur transportasi darat. Hal tersebut telah dibenahi secara berulang kali oleh Pemkab. Majene dari tahun ke tahun.

Baca juga  Awal Januari 2024, Sejuta Tanaman Cabai akan Dilaunching

Pada sisi peningkatan produksi dalam pengendalian inflasi daerah di Kab. Majene sudah disediakan sekitar 10 hektare lahan untuk komoditas bawang merah, dan 15 hektare untuk komoditas cabe.

Beberapa kawasan potensial telah dilakukan pembinaan kelompok tani untuk mengembangkan tanaman holtikultura yang telah berproduksi dan telah dipasarkan pada pusat ekonomi masyarakat.

Untuk kawasan Ulumanda telah dilakukan koordinasi intensif dengan pihak Pemprov Sulbar untuk menganggarkan pembangunan jalan poros kecamatan ulumanda yang merupakan kewenangan pihak Prov. Sulbar.

Selain tantangan pengendalian inflasi yang disebabkan Kab. Majene yang bukan merupakan daerah penghasil pangan, terdapat beberapa hal lain yang dianggap sebagai titik rawan yang dapat menjadi pemicu inflasi di Wil. Kab. Majene, diantaranya adalah potensi kenaikan harga komoditas pangan yang dipicu oleh yang pertama, penyesuaian harga BBM, GAS, tarif dasar listrik, dan kedua, peningkatan permintaan beberapa komoditas pada peringatan hari raya besar keagamaan, serta ketiga, kelangkaan distribusi.

Sementara itu, Kepala perwakilan BI Prov. Sulbar, Hermanto dalam sambutannya mengatakan, Pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan III 2022 tercatat sebesar 5,72%, akseleratif dan triwulan sebelumnya sebesar 5,44%.

Hal ini didorong oleh pertumbuhan konsumsi RT dan kinerja ekspor yang turun mendukung surplus neraca perdagangan. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi nasional ditopang oleh tumbuhnya kawasan jawa yang memiliki kontribusi besar dibanding kawasan lainnya.

Sejalan dengan nasional, Sulbar juga mencatatkan pertumbuhan PDRB yang akseleratif, dari triwulan II 2022 sebesar 2,08% menjadi 3,39%.

Secara sektoral, akselerasi tersebut didorong oleh kinerja positif LU utama yakni, pertanian, kehutanan dan perikanan dan industri pengolahan seiring peningkatan kinerja komoditas kelapa sawit dan produk turunannya.

Sementara itu, dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Sulbar didorong oleh terjaganya konsumsi RT serta akselerasi ekpor dan konsumsi pemerintah.

Baca juga  Wow, Majene Terbaik Penanganan Stunting di Sulbar

hal tersebut diakibatkan oleh peningkatan aktivitas industri pengolahan seiring kebijakan pencabutan larangan ekspor dan pembebasan bea ekspor CPO dan produk turunannya serta pergeseran pembayaran gaji ASN ke-13.

Pada Oktober 2022, inflasi Sulbar tercatat sebesar 5,26% atau berada pada urutan ke enam terendah se-Nasional, capaian tersebut terpantau lebih rendah dibandingkan nasional sebesar 5,71%.

Meski demikian, capaian inflasi Sulbar pada bulan Oktober 2022, masih diatas rentang target 3% dan terdapat resiko inflasi pada 2 bulan mendatang.

Penurunan inflasi tahunan Sulbar dipengaruhi oleh deflasi sebesar 1,44%, kondisi deflasi tersebut disebabkan oleh kelompok bahan makanan bergejolak, terutama pada komoditas Ikan segar dan aneka cabai.

Faktor yang mempengaruhi deflasi pada komoditas ikan segar dan aneka cabai adalah ketersediaan pasokan yang melimpah seiring musim tangkap ikan dan panen di beberapa sentra penghasil.

Pada Oktober 2022, IHK Sulbar mengalami deflasi disebabkan oleh kelompok volatile foods, khususnya holtikultura cabe merah dan cabe rawit.

Namun demikian, memasuki awal November 2022, komoditas telur ayam ras mulai merangkak naik yang ditenggarai adanya kenaikan permintaan dan biaya produksi pakan ayam ditingkat produsen.

Secara umum, seluruh komoditas penyumbang inflasi di Sulbar mengalami surplus, terutama pada komoditas beras, bawang putih, dan cabai merah besar. Meski demikian, terdapat resiko peningkatan harga komoditas pangan dari sisi kenaikan biaya produksi dan distribusi imbas penyesuaian harga BBM.

Pada periode mendatang, November s.d Desember TPID Sulbar dihadapkan tantangan resiko inflasi, baik yang berasal dari faktor domestik hingga global seperti, resiko cuaca, Natal dan menjelang tahun baru, dampak lanjutan penyesuaian harga BBM oleh pemerintah, dan masih berlanjutnya ketegangan peran Rusia dan Ukraina.

Baca juga  Joko : Majene Tercepat Proses Bantuan Penanganan Pasca Gempa

Beberapa upaya yang direkomendasikan kepada seluruh TPID Sulbar dan pengendalian inflasi daerah, yakni pemanfaatan BTT dan DTU untuk program pengendalian inflasi, perluasan kerjasama antar daerah, pelaksanaan operasi pasar murah dan monitoring stok komoditas, serta pelaksanaan urban farming.

Pj. Gubernur Sulbar Dr. Drs. Akmal Malik M.Si dalam sambutannya mengatakan, Inflasi Sulbar berdasarkan rilis data BPS pada bulan Oktober mengalami deflasi sebesar 1,44%, secara tahunan tercatat sebesar 5,26% .

Komoditas utama penyumbang inflasi di Sulbar pada bulan Oktober 2022, adalah beras, sabun deterjen, Bensin, Rokok dan sewa kontrakan rumah, sedangkan penyumbang deflasi adalah Ikan dan cabai.

Diminta kepada para Bupati untuk berkoordinasi dengan forkopimda, Bank Indonesia, satgas pangan dan TPID baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten agar mengambil langkah-langkah strategis untuk memastikan ketersediaan suplai pangan, terutama bahan yang secara historis trennya meningkat, dan menjaga keterjangkauan harga komoditas pangan diantaranya melalui kegiatan operasi pasar, serta percepat penyaluran bantuan sosial.

Tantangan ke depan dimulai bulan November hingga Desember yaitu kondisi cuaca ekstrem La Nina yang membuat curah hujan menjadi tinggi berpotensi mempengaruhi produktivitas komoditas pangan dan bencana banjir dan longsor berpotensi menghambat kelancaran distribusi komoditas.

Melalui HLM TPID ini diharapkan menjadi langkah nyata untuk menghasilkan solusi yang lebih komprehensif dan kongkrit dalam mengatasi permasalahan inflasi. Dengan adanya tantangan inflasi ini, diharapkan TPID Provinsi dan kabupaten agar terus meningkatkan dan memperkuat koordinasi dalam mengawal pengendalian inflasi di daerah. (Ilham Ki’lang)