

POINSEMBILAN.COM-MAJENE, Wakil Ketua DPRD Majene Adi Ahsan, menanggapi terkait Musrenbang dan program kerja di APBD yang dinilai tidak berbasis potensi, namun berbasis kepentingan.
Hal itu diungkapkan Adi Ahsan saat ditemui di ruang kerjanya, kamis (18/3/2021). “Sekarang ini masyarakat mulai marah dengan Musrenbang. Karena percuma juga karena tidak diakomodir,” ujarnya.
Mantan jurnalis itu mengungkapkan, dirinya pernah ikut musrenbang di kecamatan Tubo, sekira tahun 2013. “Musrenbang waktu itu, ada sekitar 146 usulan, saya tanya, dari 146 usulan ini, mana yang prioritas, lalu di jawab iya (semua prioritas). Saya bertanya, berapa luas lahan pertanian disini, berapa krlompok tani yang aktif, dari luas lahan itu, dipetakan lagi berapa tanaman itu dan ini. terus berapa kelompok nelayan di Tubo yg masih aktif. Begitu saya tanya, kebingungan orang,” jelasnya.
Menurut Adi Ahsan, musrenbang di setiap kecamatan itu harus berbasis potensi. “Misalnya potensi daerah sana kan pertanian, kelautan. berarti kalau pertanian, mengapa sektor pertanian hanya diusulkan cuma Rp 50 juta, kalau tidak salah pengadaan puouk, kemudian sektor kelautan cuma 50 juta,” ujarnya.
Dia menambahkan, seharusnya teman-teman membuat perencanaan yang baik, misalnya tahun ini revolusi hijau, apa maknanya, revolusi biru, apa maknanya. “Itu yang tidak ada ketika bappeda bersurat ke desa. Selama ini tidak ada. Misalnya revolusi hijau, apakah dilaksanakan swadaya, misalnya cabe. Itu kan program swadaya. Misalnya potensi lahan, tidak ada itu. Berapa luas lahan pertanian, potensinya berapa, belum pernah ada,” ungkapnya.
Adi Ahsan menjelaskan, kalau bicara perencanaan, wajib berbasis potensi, maka potensi harus dikenali “Bagaimana cara mengenali potensi, harus anda tahu berapa luas lahan. apa yang bagus sekarang. Kemudian untuk kelautan, apa yang harus diperbaiki. Misalnya ada satu muara yang perlu kita bikin kerambah disitu. Air laut tidak kencang meskipun angin kencang. Itu yang harus (diperhatikan). Kenapa rompongnya nelayan saat ini, karena kita anggarkan hanya Rp 8 juta. Rompong hanya tali tali sleng itu,” ujarnya.
Adi Ahsan melihat, ada juga perang anggaran dengan OPD OPD lain terkait pengusulan program. “Makanya saya tanya, coba lihat daftar hadirnya musrenbang, siapa saja disitu. apakah dipenuhi tim tim sukses, dipenuhi teman aparat, apakah dipenuhi orang yang punya kepentingan. Sehingga kita tidak berbasis pada potensi, tapi berbasis kepentingan. Makanya saya bilang, kalau itu yang hadir, tidak mungkin akan berbasis potensi, pasti berbasis kepentingan,” tegasnya.
Karena tidak berbasis potensi, lanjut anggota DPRD dari partai Golkar itu, maka OPD-OPD, termasuk barangkali teman di DPRD, hanya meloloskan yang lebih dekat, siapa yang lebih dekat, itu yang banyak uangnya.
“Artinya kita tidak berbasis program. Saya melihat di kabupaten Majene, orang tidak melihat dulu usulan program, tapi uang dulu. “Sebentar itu uang, simpan dulu uangmu. silahkan buat program, nanti teman di perencanaan memetakan. Ini yang harus kita buang, oh ini yang penting. Jadi kita berbasis pada program. sekarang ini, karena uangnya sudah ada, sebentar programnya. Uang dulu kita cari, begitu ada uang, baru kita cari program. Karena kita baru cari program, ini dan ini, maka hasilnya tidak akan maksimal,” tambahnya.
Bahkan, dia melihat kegiatan kegiatan ini, merupakan perang antara kepentingan di atas. “Di Majene sebenarnya uang tidak sedikit, hanya perencanaan dan maksimalisasi penganggaran uang tidak tepat,” pungkasnya.
Adi Ahsan mencontohkan, misalnya perjalanan dinas. “Ada 32 OPD, kita kali Rp 50 juta saja. Kemudian pembelian ATK dan pemeliharaan rutin yang sifatnya tidak wajib, diluar listrik dan air, coba lihat. Jadi di Majene, uang yang masuk kurang lebih Rp 900 Miliar, 55- 65 persen digunakan belanja pegawai, gajinya teman ASN, tenaga honor dan anggota DPRD. Sudah sedikit, sisanya 40 persen, digunakan lagi hal-hal yang tidak efektif dan efisien,” pungkasnya. (Satriawan)