POINSEMBILAN.COM-MAJENE, Sejumlah dokter di RSUD Majene melakukan aksi mogok, Senin (1/3/2021). Akibatnya, poli rawat jalan tidak melayani pasien. Meski demikian, UGD dan Rawat Inap tetap berjalan seperti biasa tanpa adanya gangguan.
Direktur RSUD Majene, dr. Hj. Yupie Handayani, M.Kes, yang dikonfirmasi via telepon terkait aksi mogok yang dilakukan dokter RSUD Majene, mengatakan, pihaknya dapat surat masukan dari komite medik tadi pagi. “Kabid Pelayanan kami, waktu saya sedang rapat menyampaikan ada surat seperti ini,” ujarnya.
Mengetahui surat itu, dr. Yupie kemudian langsung merencanakan rapat membicarakan ini dengan kabid pelayaban. “Mogok mi dok, apa mogok, maksudnya, apa dasarnya?. Jadi saya telepon UGD, alhamdulillah tidak, rawat inap, tidak ada masalah, tetap ada visite (kunjungan dokter),” tambahnya.
Cuma, lanjut dr. Yupie, rawat jalan yang tidak melayani dan tertutup. “Apa dasarnya mereka tidak melakukan pelayanan, tidak bisa dong. Mereka ini digaji oleh negara, diberi tunjangan untuk memberikan pelayanan, kepada pasien. Kalau toh pun ada masalah internal dengan RS, itu bukan solusi dong,” tegasnya.
Mantan Kepala PKM Banggae I itu melanjutkan, apa masalahnya. “Setelah kita komunikasikan, ada beberapa yang mengada-ada. Kalau pun misalnya ada aksi, sejatinya komunikasikan dulu. Ini tidak ada komunikasi,” tandasnya.
dr. Yupie menganggap ada beberapa tuntutan yang mengada-ada. “Saya menganggap normal, untuk pelayanan, keselamatan, oke. Persoalannya harusnya dikomunikasikan dulu sama kita. Itu tadi tidak, langsung berkegiatan,” ungkapnya.
dr. Yupie berkomunikasi dengan salah satu dokter ahli anak di RS, dr. Helda terkait persoalan ini. “Tidak bisa ini. Kalau ada masalah kita bisa dituntut,” ujarnya.
Kronologisnya, lanjut dr. Yupie, tidak bisa komunikasi satu arah. “Masa kamu yang menentukan, harus ada ini, harus ada itu, tidak bisa. Harus dikondisikan, ini bukan RS Wahidin, semua masalah seenak-enaknya mau menggunakan anggaran, ada mekanismenya. Ada sistem, misalnya pengadaan ini, ada nggak di anggarannya kami. Di perencanaannya, ada nggak, kalau tidak ada ya tidak bisalah,” tegasnya.
Dia menambahkan, karena itu belanja modal berarti harus bagian dari perencanaan daerah. “Kapan tidak ada di perencanaan daerah, wah saya temuan dong,” tegasnya.
Tuntutan dokter RSUD itu, ada 14 tuntutan, ada beberapa poin yang tidak rasional. “Seperti mereka mau menentukan siapa kepala ruangan covid di RS Majene. Tidak bisa, itu hak proregatif manajemen. Ada juga disuruh beli CCTV,” tandasnya.
Ruangan covid di lantai dua, lanjut dr. Yupie, ada rekomendasi dari PPI, bisa digunakan asal ada partisinya. “Nah gambar partisi itu diberikan oleh PPI ke kami. Kami turun ke lapangan semua, ada dr. Nurlina, dia bilang gambarnya seperti ini seperti itu. Digambarmi, iya kan. Persoalan tidak reveresentatif, jangan salahkan kami, karena setelah dibangun, harusnya itu tidak disini. Kenapa kemarin dokter tidak bilang memang,” lanjutnya.
Pasien covid itu, lanjut dr. Yupie, harusnya ada dua penanggung jawabnya. “Karena pasien masuk rumah sakit, rata-rata masuk bukan karena covid, tapi misalnya anggaplah stroke, jadi dokternya dua, dokter syaraf dulu, kalau dirapid antigen dan positif, baru covid,” ujarnya.
Sementara ini, lanjut dr. Yupie, selama ini biasa sedikit bersitegang dengan dr. ahli Paru dr. Nurlina, karena pasien masuk tidak berkoordinasi dengan DPJP (Dokter utama) dan kadang langsung instruksikan rujuk. ” Tapi tidak adaji masalah,” ujarnya.
Terkait ruangan yang tidak representatif, dr. Yupie minta agar dikomunikasikan ke manajemen. “Karena kemarin itu, kami mendapat konfirmasi bahwa ruangan lantai dua bisa digunakan yang penting ada partisinya. Sekarang kami buat, katanya penempatannya salah, tolong itu jangan menjadi alasan untuk tidak melakukan perawatan di lantai dua (Ruang perawatan covid). Artinya perawatan harus tetap jalan karena gambar ini bukan kami punya mau, partisi ini bukan kami punya mau, tapi ada rekomendasi dari PPI, begini loh tempat-tempatnya, begini modelnya. Jadi kalau memang bermasalah, berarti harus dua dua menahan diri, artinya kami manajemen berusaha melakukan perbaikan terhadap partisi tersebut, hingga alurnya menjadi lebih benar, tetapi perawatan tetap harus jalan. Tidak boleh bilang, gara-gara partisi ini kami tidak mau naik keatas merawat pasien. Tidak bisa, dr. Zulfatma tidak boleh bilang begitu, dr. Nurlina juga tidak boleh bilang begitu, karena alurnya bukan mau kami, berasal dari rekomendasi PPI, jangan mogok, karena ini pelayanan. Apa hubungannya masalahnya ruang isolasi diatas lantai dua dengan poli, apa hubungannya, Kecuali kalau poli bermasalah, tidak reperesentatif ruangannya,” tandasnya.
Saat berita ini diturunkan, rapat dengar pendapat antara dokter RSUD Majene dan DPRD Majene sedang berlangsung. (adv)