POINSEMBILAN.COM, Salah seorang penggiat media sosial dan juga pengamat politik Adi S Purba menuliskan di media sosial bahwa sidang kode etik Napoleon Bonaparte yang memutuskan Bonaparte tak di PTDH dan hanya mendapat hukuman disiplin demosi 3 tahun dinilai sebagai diskriminasi penerapan hukum di Indonesia.
Berikut tulisannya yang dikutip dari akun facebook milik Adi S Purba, Rabu (30/8/2023).
Td malam saya dikejutkan dgn berita nasional ttg hasil sidang kode etik POLRI thd Irjend Napoleon Bonaparte. Putusannya menyatakan bhw Irjend Napoleon hanya dijatuhi hukuman disiplin mutasi dgn demosi 3 tahun, dan tdk di-PTDH atau dipecat. Padahal perkara pidana yg sdh increach yg dikenakan kpd beliau adalah Undang2 tipikor (UU No. 31 Thn 1999 jo UU No. 20 thn 2021).
Apa yg membuat saya terkejut ?
Tiada lain adalah perbedaan perlakuan (diskriminasi) Negara c.q. Pemerintah kpd sesama apatatur negara.
Negara telah menerapkan pelaksanaan aturan bhw setiap ASN (Aparatur Sipil Negara) yg dijatuhi hukuman pidana melanggar UU tipikor, wajib dipecat, tanpa mempertimbangkan berat ringannya hukuman yg dijatuhkan. Satu bulan sajapun hukuman yg dijatuhkan kpd seorang ASN, mk Pemerintah langsung memecatnya. Dan ini sdh dilaksanakan. Sementara, yg kita saksikan td mlm, seorang anggota POLRI yg sdh dijatuhi hukuman 4 thn krn melanggar UU tipikor, diputuskan utk tdk dipecat melalui putusan sidang kode etik POLRI. Padahal, POLRI dan ASN itu kan sama2 Aparat Sipil Negara ? Bedanya hanya masalah dipersenjatai sama tdk dipersenjatai. ASN adalah Aparatur Sipil Negara, dan POLRI adalah Aparat Sipil Negara yg dipersenjatai. Ini jelas2 sikap diskriminasi pemerintah thd kedua lembaha/institusi negara ini.
Sikap Pemerintah yg spt ini jelas menunjukkan ketidakadilan antar lembaga negara. Dan jelas2 tdk berkeadilan.
Pasal 87 ayat (4) huruf b UU No.5 Thn 2014 mengatur bhw seorang ASN akan dipecat apabila melakukan tindak pidana yg berhubungan dgn jabatannya. Sekali lg “tindak pidana yg berhubungan dgn jabatannya”. Bukan ASN yg dikenai UU tipikor.
Ada kalanya walaupun divonis bersalah melanggar UU tipikor, namun tindak pidana yg dilakukan oleh ASN itu tdk berhubungan dgn jabatannya. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah tetap sj memecatnya. Pemerintah berpandangan bhw setiap ASN divonis bersalah melanggar UU tipikor, mk tindak pidana yg dilakukan pasti berhubungan dgn jabatannya. Sehingga tdk ada 1 orangpun yg bisa lolos bila sdh terkena UU Tipikor.
Jika dibandingkan dgn hasil sidang etik kpd Irjend. Napoleon Bonaparte ini, jelas2 terlihat bhw pemaknaan ttg “tindak pidana yg berhubungan dgn jabatan” itu berbeda antara instansi PLRI dgn instansi Menpan RB. Padahal sama2 lembaga pemerintah.
Dari fakta ini, alangkah baiknya jika Pemerintah c.q Menpan RB melakukan kajian ulang thd penerapan pasal pemecatan ini kpd ASN yg dijatuhi hukuman krn melanggar UU tipikor. Jika pada kenyataannya tdk berhubungan dgn jabatan, walaupun dikenai UU tipikor, mk sebaiknya jgn dipecat, spt yg diterapkan kpd Irjend Napoleon Bonaparte ini.
Demikian pemikiran saya,
Semoga bermanfaat bg semua yg terkait.
Horas.