

POINSEMBILAN.COM-MAJENE, Pandemi covid-19 di Sulawesi Barat semakin memperlihatkan grafik yang meningkat. Bahkan di Majene Sulbar, zona covid-19 dikategorikan zona oranye, sehingga pembelajaran tatap muka di sekolah tetap tidak bisa dilaksanakan sesuai rencana awal.
Namun, salah satu SMK di Majene berencana melakukan PKL (Praktek Kerja Lapangan) pada sejumlah siswanya yang tengah duduk di kelas XII. Sebelum para siswa ini mengikuti PKL, mereka diwajibkan untuk tes PCR untuk mengetahui apakah mereka terpapar covid-19 atau tidak.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulbar, Prof Dr Ir Gufran Darma Dirawan, MEMD. yang dimintai tanggapan, Sabtu (7/8/2021) via telepon, terkait rencana PKL bagi siswa tersebut dengan rinci menjelaskan bahwa SKB empat menteri memberikan keleluasaan untuk kreatifitas dan inovasi untuk proses pembelajaran di sekolah. “Belajar itu tidak harus formal, ada beberapa pembelajaran non formal. dalam kondisi pandemi ini, hal yang sifatnya formal dapat dilaksanakan non formal,” ujar mantan wakil rektor IV UNM itu.
Prof Gufran menjelaskan, upaya untuk pengayaan keilmuan, itu kan implementasi dari apa yang didapat di sekolah. PKL itu merupakan salah satu bagian dari pembelajaran, mengimplementasikan secara aksi apa yang mereka dapatkan di sekolah. “Kondisi pandemi sekarang ini adalah kondisi pandemi yang perlu diberikan pemahaman bahwa upaya kita dalam rangka bisa membuat Herd Immunity (Kekebalan Kelompok) pada semua komunitas kita. Memang sekarang kondisinya naik, namun ketika mencapai puncaknya, ketika vaksin sudah bisa disampaikan kepada semua orang, itu proses pembelajaran harus tetap berjalan, nah dipilihlah melakukan pembelajaran PKL dengan beberapa metode dan beberapa cara, agar supaya protokol kesehatan tetap dapat dilaksanakan, dengan menciptakan kreatifitas di sekolah, dan lain-lain,” ungkapnya.
Putra Prof Dr Darmawan Mas’ud Rahman Msc melanjutkan, dalam SKB 4 menteri, itu secara jelas memberikan keleluasaan untuk kreatifitas dan inovasi untuk proses pembelajaran di sekolah. “Jadi tidak harus dia dinyatakan tidak boleh, karena proses pembelajaran di rumah pun, itu bisa PKL. Itulah yang menjadi catatan, mengapa teman-teman ini selalu menyatakan ini tidak boleh, itu tidak boleh, apa ji yg bisa?. Sementara setiap hari orang harus belajar, sebab kalau tidak belajar, akan kehilangan begitu banyak hal,” jelasnya.
Ketika disinggung PKL yang dilaksanakan ini akan mengirim siswa ke instansi untuk praktek kerja, Prof Gufran kemudian bertanya. “Bapak ke pasar setiap hari?, ke kantor setiap hari?. Kalau WFH (Work from home) itu kan ( komposisinya 25-75), salahkah mereka untuk diterjunkan ke instansi untuk bisa belajar di instansi. orang pandemi saja orang belajar,” ujarnya lagi.
Di instansi, lanjut ayah dua putra ini, bisa juga di instansi sekolahnya. Kita ini sudah cukup lama, sudah hampir dua tahun menderita dengan pandemi. Berikan keleluasaan karena kemampuan adaftif bagi sistem manusia itukan diberikan kebebasan. Alhamdulillah tidak pernah pi ada klaster sekolah yang saya dengar, yang ada itu klaster pekerja. Mudah-mudahan tidak ada. Dari segi pengalaman selama pandemi, tidak pernah ada klaster sekolah, kecuali klaster pesantren. Dan pesantren itu hanya bisa terjadi karena ada guru dari Jawa yang datang mengajar dan inilah yang datang menyebarkan. Sementara klaster sekolah sendiri, itu kan gurunya bukan guru dari jawa, gurunya itu guru yang ada disitu,” tandasnya.
Ia menekankan, SKB 4 menteri memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah dalam hal ini cq kepala dinas Pendidikan untuk bisa memberikan proses pembelajaran yang dianggap dapat tetap mempertahankan dengan prokes ketat. “Jadi itu bukan berarti, ketika dikatakan PKL itu, jangan selalu moppo (berdiam) di rumah, tidak bikin apa apa, hanya main tik tok. Saya ini bekerja. saya di rumah sabtu waktu libur, masih ikut seminar,” jelasnya.
Prof Gufran menanyakan, salahkah misalnya kalau ada anak anak saya berikan penugasan, tolong buatkan saya surat ini, ini substansinya. Kira kira kalau begitu, dia bekerja di instansi atau di rumah?.
Dia mencontohkan, BPSDM sekarang melakukan diklatsar. Latsar itu setiap orang melakukan proses pembelajaran mengambil setiap hari melakukan zoom meeting dan mereka lakukan untuk sebuah progres pembelajaran, mereka kemudian melakukannya pada masing-masing sekolah. “224 orang menyusun rencana program pembelajaran yang kembali ke sekolahnya masing-masing, kemudian mengimplementasikan. Apakah mereka melakukan pembelajaran di sekolah, jawabannya tidak,” ujarnya.
Teknologi sekarang, lanjut Prof Gufran, kalau dibawah 15 orang, itu mereka bisa belajar. “Makanya saya memberikan penjelasan pada guru, dalam kondisi kuning, kondisi merah, proses pembelajaran tetap harus berjalan. mereka harus mendatangi muridnya dalam bentuk klaster kecil,” tegasnya.
Menurut Prof Gufran, mekanisme pembelajaran ada tiga, hybrid learning, demonstrative learning dan e-learning. “Sekarang e-learning kita punya 1.161 mekanisme pembelajaran yang harus dipantau, yang harus dilakukan. Ketika ada pembelajaran PKL, maka setiap anak-anak membuat tugasnya di rumah, melakukan mekanisme itu, mengimplementasikan di sekelilingnya, memasukkan data itu ke dalam LMS (Learning Management Systems),” pungkasnya. (Satriawan)