

POINSEMBILAN.COM-JAKARTA, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri mengatakan suap menyuap yang sering kali terjadi pada penyelenggaraan pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah. Penyelenggara pemilu atau pegawai negeri, baik di daerah maupun di pusat, rentan disuap oleh peserta pemilu yang kedapatan melanggar aturan kampanye.
“Tindak pidana korupsi berupa suap menyuap kerap kali mewarnai perhelatan pilkada,” kata Firli dalam keterangan tertulis, Rabu, 9 September 2020.
Firli mengingatkan bahwa suap menyuap, pemberian hadiah atau penerima hadiah untuk menggerakkan agar seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan kewajiban atau jabatan, adalah termasuk perbuatan korupsi. Perbuatan itu, ucap dia, melanggar undang-undang tindak pidana korupsi.
Tindak pidana terbanyak yang ditangani KPK adalah perkara suap menyuap. Firli mengatakan bahwa pemberi dan penerima suap sama sama melakukan korupsi. Berdasarkan data 2018, sebanyak 30 kali KPK melakukan OTT dengan 122 tersangka dan 22 kepala daerah, terkait tindak pidana korupsi berupa suap menyuap.
“Kami mengingatkan jikalau hal itu terjadi, maka KPK akan menjerat mereka baik penerima maupun pemberi dengan Pasal 5 UU Tipikor Nomor 20 Tahun 2001, dengan kurungan penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta,” kata Firli.
Pilkada Serentak 2020 akan memasuki tahapan berikutnya, yaitu kampanye panjang yaitu dimulai pada 26 September hingga 5 Desember. Jauh sebelum sampai ke tahapan ini, KPK mengamati sekaligus mengingatkan dalam sosialisasi kepada penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu serta partai politik agar tidak melanggar kaidah-kaidah pemberantasan korupsi dalam pesta demokrasi.
“Proses pilkada adalah ranah politik. Sedangkan penegakan hukum berada pada ranah berbeda. Proses penegakan hukum oleh KPK tetap berjalan dan tidak terpengaruh oleh pelaksanaan pilkada,” kata Firli. (**)