Diskotik Ke-5 : Pemimpin Impian Makassar dan Dinamika Berdemokrasi

POINSEMBILAN.COM-MAKASSAR, Berdiskusi bagi sebagian orang adalah kebutuhan, sebagai respon atas situasi yang berkembang di sekeliling. Sebuah tradisi intelektual yang bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa perlu label intelektual. Lima pekan berturut-turut, Komunitas Peradaban Makassar menggelar diskusi dengan terma ‘Diskotik’ (Diskusi Kopi Politik), sebagai respon keresahan warga Makassar atas terjadinya degradasi kebudayaan di kota ini.

Gagasan ini sebagai tindak lanjut atas laju derap pembangunan di Kota Makassar yang semakin yang tak terarah dan tak terkendali. Komunitas Peradaban Makassar sejak dini telah menghimpun berbagai lapisan masyarakat termasuk generasi Milenial untuk ikut berkontribusi dalam setiap gelaran diskusi yang diadakan.

Pada Pekan ke-5 Diskotik mengangkat topik Diskusi, “Walikota Impian Warga dan Dinamika Demokrasi”, topik kita kali ini masih seputar Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Makassar yang akan digelar lebih kurang 50-an hari lagi tepatnya 9 Desember 2020.

Manusia bisa saling percaya satu sama lain, bila Tradisi tetap dipertahankan dalam sebuah komunitas masyarakat”. Namun demikian Tradisi akan musnah dan ditinggalkan orang sesuai dengan tuntutan waktu.

Sebuah aturan dalam masyarakat diawal kemunculannya pasti akan menghadapi kritik atau bahkan penolakan, dan ketika aturan itu sudah ‘familiar’, tentu saja penolakan tersebut akan berhenti dengan sendirinya, pada fase inilah tatanan tersebut akan tumbuh menjadi sebuah “tradisi”, pada kondisi ini masyarakat akan mempunyai kesamaan sudut pandang terhadap komunitasnya. Tradisi yang kuat dalam masyarakat akan menumbuhkan “karakter positif” masyarakat yang menganutnya.

Baca juga  Breaking News: Lima Mobil Tabrakan Beruntun di Jalan Poros Rangas Majene

Kebersamaan, kegotongroyongan dan saling percaya akan menjadi karakter masyarakat tersebut. Olehnya itu pengetahuan tentang tradisi dan budaya suatu masyarakat menjadi keniscayaan. dan kesamaan pandang akan menumbuhkan “iklim saling percaya” antar sesama warga di dalam masyarakat tersebut.

Namun demikian sebuah Tradisi atau Budaya lambat laun akan berkembang dan berubah sesuai dengan tuntunan zaman, untuk itu iklim dialektika sangat menentukan proses sintesa budaya yang akan terjadi didalam masyarakat tersebut. Karakter kepemimpinan yang kuat akan sangat menentukan lahirnya sebuah Budaya baru yang berguna bagi masyarakat.

Demikian pengantar diskusi yang disampaikan oleh Founder Komunitas Peradaban Makassar, Mashud Azikin diawal diskusi.

Iqbal Abdul Rahman, Founder Glassnet, sebuah organisasi nirlaba yang menghimpun warna-warga Mancanegara yang pernah bermukin di Kota Makassar, merangkan bahwa “Ngopi” pada hakekatnya adalah suatu “gerakan” itu sendiri sehingga pada abad 14, Ngopi sempat dilarang oleh otoritas Turki, maka kopi sebagai komoditas harus mendapatkan marketnya. Dengan demikian, para pedagang kemudian mencari zona pasar ke Eropa, namun sama halnya dengan di Turkey mendapat lampu-merah tak boleh masuk Roma oleh otoritas Vatican saat itu.

Masyarakat yang menghirup “udara demokrasi” mengutip Apa-boleh-buat-dot-com, para merchants berkelok-meliuk lagi hingga masuklah ‘Qahweh’ [nama kopi sbg beverage saat itu] ke Paris. Meledaklah “Revolusi Perancis” dan simsalabim, sejatinya tak lepas dari kepulan asap keju dan aroma kopi diberbagai ‘Cafe’ [derivasi dari Qahweh] Paris.

Baca juga  Edy yang Hilang di Perairan Leba-leba Majene Ditemukan di Perairan Makassar

“Saya menangkap apa yang dilakukan oleh Komunitas Peradaban Makassar ini adalah menjadikan Ngopi sebagai semacam Strategi Gerakan,”terang laki-laki keturunan Selayar yang lama bermukim di Eropa dan Canada ini.

Dalam perspektif NGOPI, dimana Komunitas Peradaban Makassar telah memasuki fase “N” [Niat] dan “G” [Gerak] dan sedang berproses ke fase “O” yakni “Organize” dan kemudian selanjutnya akan memasuki fase Program. Dia sangat mendambakan jika seandainya kelompok yang berlainan lokasi di Makassar yang terhubung satu sama lain dalam forum diskusi ini, yang bertemu dalam kepentingan dan kepedulian bersama membuat semacam resolusi berupa Piagam Makassar. Yang mana Point-point Piagam Makassar tersebut akan menjadi guidance, yang kita harapkan akan melengkapi fase akhir “NGOPI” dengan huruf “I” [Implementasi”
[N]iat [G]erak [O]rganize [P]rogram [I]mplementasi.

“Memang benar bahwa para pejabat cenderung melakukan praktik tukar-tambah kekuasaan. Tetapi harus difahami bahwa politik itu sendiri adalah seni mengelola kepentingan dari berbagai elemen pendukung dan publik. Sehingga sistem berdemokrasi dalam era Industrialisasi 4.0 saat ini merupakan tantangan tersendiri bagi para pemangku-Kebijakan dari Piagam-Makassar itu nantinya,” demikian Ahmad Said, Pegiat Media Sosial menambahkan.

“Para Stake Holder (warga kota), yang dalam perspektif BP3M (Badan Promosi dan Pengembangan Pariwisata Makassar) disebut sebagai Tumabuttanna Mangkasarak harus merumuskan sendiri vocal-point apa yang dibutuhkan pemerintah, politisi dan pemangku kepentingan di Kota agar mereka memahami mengapa Piagam Makassar itu penting,” demikian Mashud Azikin menambahkan.

Baca juga  Tim SAR Temukan Warga yang Hilang di Bukit Semen Simboro, Begini Kondisinya

Dalam perspektif lain, Zakaria Ibrahim, Politisi Partai Berkarya mengemukakan pendapatnya dalam sebuah realese khusus untuk acara Diskotik. “Memandang fenomena bahwa Politik identitas juga merupakan faktor dalam dinamika demokrasi di dalam masyarakat yang Multi Kultur seperti Makassar ini, untuk itu peran pemimpin idaman warga dengan strong leadership akan sangat menentukan arah pertumbuhan kota dan warganya kedepan,” ujar Aka, panggilan akrab Zakaria Ibrahim.

Kehidupan di sebuah masyarakat seperti Kota Makassar ini begitu dinamis dan begitu berwarna. Orang-orang yang menjalaninya, dalam cara mereka memandangnya, secara sederhana bisa kita golongkan kepada 2 kelompok utama. Mereka yang melihatnya begitu berwarna dan mereka yg melihatnya secara hitam putih. “Namun terlepas dari pengelompokan tersebut, kehidupan selalu memberikan kita semua kesempatan untuk tetap tersenyum,” demikian Politisi yang sehari-hari juga menyibukkan diri sebagai Pengusaha Kontraktor ini menutup uraiannya.

Diskusi yang berlangsung sangat menarik dan dinamis ini dipandu oleh Wahyuddin Yunus sebagai moderator ini, turut dihadiri oleh Andi Anshari Salahuddin (politisi Partai Nasdem), Umar Hankam (Pegiat Media Online), Zainal Csr (Founder Kopigikeliling)), Hayat Anas (Partai Berkarya), Andi Fuad Abbas (Forum Suara Rakyat), Muh Rafli Imran (Pengacara), Muh Aulia Fajrin (Kopigikeliling), Syahrul (wartawan), Faisal (Warkop Institute, Muhammad Dzulfikar (Pengacara) dan beberapa Aktifis dai kaum millenial Makassar. Diskusi berakhir seiring berkumandangnya azan subuh. Sampai jumpa di Acara Diskotik Selanjutnya. (Firdauz)