POINSEMBILAN.COM-MAKASSAR, Tiga pekan secara beruntun, Komunitas Peradaban Makassar menggelar diskusi dengan terma ‘Diskotik’ (Diskusi Kopi Politik), sebagai respon keresahan warga Makassar atas terjadinya degradasi kebudayaan di kota ini.Gagasan ini sebagai tindak lanjut atas laju derap pembangunan di Kota Makassar yang semakin yang tak terarah dan tak terkendali.
Komunitas Peradaban Makassar sejak dini telah menghimpun berbagai lapisan masyarakat termasuk generasi Milenial untuk ikut berkontribusi dalam setiap gelaran diskusi yang diadakan. Pekan lalu (9/10/2020), Politik Uang dan Peran Generasi Milenial dalam Pilwali Makassar menjadi tema yang mengemuka.
Dalam rilisnya yang diterima redaksi, Diskotik Ke-4 (16/10/2020) membahas rekam jejak Para Walikota Makassar di era Pemerintahan Orde baru sampai orde reformasi menjadi tajuk diskusi paling menarik dan sexy saat menjelang perhelatan Pilwali Makassar 9 Desember 2020 nanti.
Bicara Walikota Makassar tentu saja tak bisa dilepaskan Sejarah Kota Makassar itu sendiri dan bagaimana rekam jejak para walikota Makassar itu ketika mengemban amanah mengelola pemerintahan Kota yang di abad ke-17 pernah menjadi Bandar Dagang paling “kosmopolit” di kawasan Asia tenggara mengalahkan Tumasik (yang sekarang kita kenal dengan Singapura), ketika itu volume dagang Makassar mencapai 46 juta gulden melampaui singapura yang hanya 16 juta gulden.
Diskusi yang dimulai tepat pada pukul 21.00, dibuka dengan sekilas pengantar dari Founder Komunitas Peradaban Makassar, Mashud Azikin, yang mengajak peserta diskusi menelusuri rekam jejak para Walikota Makassar, dari Era Walikota HM Daeng Patompo, Abustam, Jancy Raib, Suwahyo, Malik B Masry, HB. Amiruddin Maula, Ilham Arief Sirajuddin dan Dany Pomanto dengan berbagai Legacy yang ditinggalkan oleh masing-masing Walikota. “Penelusuran rekam jejak mereka ini akan kita jadikan sebagai Time Machine atau mesin waktu untuk proses tapaktilas perjalanan kepemimpinan mereka dimasa lalu untuk diproyeksikan dalam “mereinventing” kejayaan Makassar di masa yang akan datang,” tutur Sarjana Kimia Unhas yang saat ini giat melakukan mengembangkan beberapa Komunitas Masyarakat di Kecamatan Manggala Kota Makassar.
Lain halnya dengan ungkapan Zainal CSR (Founder Kopigikeliling) yang lebih banyak memberikan pandangan dari perspektif budaya, adat istiadat dan kondisi kesejarahan Makassar di masa lalu, dan yang tak kala menariknya adalah usulan dari beberapa peserta diskusi yang menyarakan agar Diskotik (Diskusi Kopi Politik) lebih ditingkatkan menjadi semacam “Forum Warga Makassar” yang nantinya menjadi Forum Dialog antara warga kota dengan walikota segabagai pengampuh perkembangan peradaban Kota makassar di masa yang akan datang.
“ Forum ini harus menghasilkan semacam Piagam yang berisi harapan warga terhadap para pemimpinnya berupa target pencapaiannya yang harus dikerjakan oleh para Walikota dalam jangka pendek dan jangka panjang selain program-program yang tertuang dalam janji-janji kampanye ketika terpilih nanti,” tutur Ahmad Said, seorang aktifis pergerakan yang saat ini menyibukkan diri sebagai penggiat media sosial.
Diskusi yang berlangsung hingga pukul 03.00 dinihari itu berlangsung sangat menarik juga menghadirkan Zakaria Ibrahim (Politisi Partai Berkarya), Hayat Annas (Politisi Partai Berkarya), Forum Suara Rakyat, Forsik (Forum Sipakainga), Wahyuddin Yunus (Penulis dan Penggagas Kampung Bambu Toddopulia), Warkop Institute, dan beberapa aktifis dari generasi Millenial Makassar. (rilis-Firdauz)