MAKASSAR – Jemaah umrah Indonesia asal Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan (Sulsel) inisial MS (26) divonis 2 tahun penjara atas kasus pelecehan seksual di Pengadilan Madinah, Arab Saudi. MS dihukum karena melecehkan wanita asal Lebanon saat tawaf di Masjidil Haram.
Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sulsel telah mengkonfirmasi terkait hukuman yang dijatuhkan kepada MS. Dia langsung menjalani proses hukum setelah didapati melakukan pelecehan seksual.
“Iya benar. Jemaah tersebut dari Pangkep, namanya Muhammad Said. Terus mendaftar umrah di PT Madinah Bulaeng di Maros,” kata Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kantor Wilayah Kemenag Sulsel Ikbal Ismail kepada detikSulsel, Jumat (20/1/2023).
MS diberangkatkan ke Tanah Suci pada 3 November 2022 lalu. MS lantas berulah dengan melakukan pelecehan terhadap seorang wanita asal Lebanon yang juga sedang tawaf di Masjidil Haram.
“MS menurut dari hasil BAP pengakuan dia dari belakang merapat ke seorang wanita dari Lebanon. Dan menurut saksi dari polisi di Masjidil Haram dia memegang payudara jemaah Lebanon tersebut dan disaksikan langsung oleh Askar dua orang,” ungkap Ismail.
Menurut Ismail, kasus MS kini ditangani oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Arab Saudi. Hanya saja, ulah MS itu sulit untuk dibantu lantaran telah mengakui perbuatannya melecehkan jemaah lain.
“Sudah ditangani langsung oleh KBRI kita di sana untuk mendampingi. Namun karena ada pengakuan jadi mungkin agak susah untuk jemaah umrah lepas. Tapi diusahakan bagaimana supaya ada keringanan,” terangnya.
Ismail mengatakan MS telah menjalani sidang putusan atas kasus pelecehan seksual tersebut. MS divonis hukuman penjara selama 2 tahun.
“Sementara ini sudah jatuh hukuman dua tahun dan denda 50.000 riyal atau sekitar Rp 200 juta,” beber Ismail.
Dia menambahkan, meski putusan sudah diberikan kepada MS, KBRI di Arab Saudi tetap akan melakukan pendampingan. Namun, dia mengaku sulit untuk membuat MS lepas dari hukuman.
“Ya mendampingi terus sampai mudah-mudahan ada keringanan lagi. Tapi (itu) apabila ada bukti-bukti baru yang mematahkan dari hasil kesaksian Askar. Ada CCTV, (jadi) itu yang susah itu,” ujarnya.
Selain itu, Ismail juga mengatakan pemerintah juga sulit untuk berkomunikasi dengan korban. Pasalnya korban langsung pulang ke negaranya setelah menjalani ibadah umrah.
“Kalau jemaah umrah langsung pulang kan jadi agak susah. Hanya pihak KBRI sementara mencari cara. Yang jelas KBRI kita ada usaha,” imbuhnya. (dtk/*)