POINSEMBILAN.COM, Nun jauh di sebuah desa terpencil bernama Desa Menes Pandeglang Banten, lahir seorang bayi pada tanggal 17 Juli 1939. Ia dinamai Johni. Masa kanak-kanaknya seperti anak desa umumnya sehari-harinya dihabiskan untuk mengaji, bermain di kali, di sawah dan sebagainya. Johni tidak sekolah karena di desa tersebut ketika itu jarang sekali anak-anak yang sekolah.
Ketika Johni berusia 14 tahun, orangtuanya bercerai. Bapaknya pergi ke Jakarta dan Ibunya pergi ke Bandung, dan Johni ditinggal bersama neneknya di desa Malimping. Sekian lama tak bertemu Ibu, Johni bertekad mencari ibunya ke kota Bandung. Waktu itu dari Malimping ke Saketi kurang lebih 40 km, Johni tempuh dengan berjalan kaki. Sesampai di Saketi ikut truk ke Serang, dilanjut dengan naik kereta api. Karena uang pas-pasan, Johni masuk ke sel kecil tempat menyimpan binatang. Sel ini biasanya ada di sisi kereta api. Kebetulan dalam sel sudah ada kambing, sepanjang jalan Johni sering dikencingi, mungkin dikiranya kambing betina…
Dari Stasiun Tanah Abang, Johni naik kereta menuju stasiun kota. Dari stasiun ini menuju Bandung lewat Purwakarta.
Sampai di kota Bandung Johni menjadi pencuci piring di sebuah warung demi bertahan hidup. Setelah 3 bulan hidup di kota Bandung, suatu hari Johni sedang berjalan di jalan Ilyas, tak sengaja ia dipertemukan dengan ibunya. Ini terjadi di tahun 1950. Johni kemudian disekolahkan di Sekolah Rakyat, tetapi cuma sampai kelas 4 saja karena sudah terbiasa hidup bebas. Ia kembali mencari kerja dengan bekerja jadi pelayan toko “Chin Lung” di Jl ABC. Pindah bekerja di sebuah pabrik karet “Sayang Heulang di CIanjur sebagai penjaga malam.
Dari Cianjur, kembali ke Bandung jadi tukang catut karcis di bioskop Varia. Di tahun 1960, ditolong oleh petinju asal Bandung bernama Wahyu. Johni main tinju kelas Bulu. Pertama kali bertanding tinju, ia kalah. Honornya dari hasil babak belur sebesar dua ribu perak! Ia berusaha keras tinju lebih keras lagi hingga pernah menjadi juara pertama ketika ada seleksi petinju seluruh Jawa Barat.
Di tahun 1967-1969, ada tawaran untuk jadi pelatih dansa, Johni berganti kerjaan dari petinju menjadi penari. Ia sampai menguasai berbagai jenis dansa seperti “cha cha cha, Gogie woogie, walts, rock & rol” hingga mengondol predikat cumlaude dari International of Dancing (Isola). Karena keahliannya dalam berdansa, ia mendapat tawaran bekerja di Blue Moon nite Club di tahun 1970. Salah satu tugasnya adalah mengajari para tamu berdansa. Selain menjadi pelatih tari, ia juga sering menjadi MC di beberapa hotel bintang lima.
Ia menemukan jodohnya seorang gadis keturunan Indo bernama Suzy Kemach. Mereka dikaruniai keturunan 4 orang anak , dua diantaranya kembar.
Pernah membentuk grup lawak namun sering tak pernah bertahan lama. Akhirnya ia memutuskan menjadi pelawak freelance. Ketika anak ketiganya mau lahir, kondisi keuangannya lagi morat marit. Mendadak ia mendapat surat dari Tjahyono (pimpinan grup lawak Jayakarta) untuk menggantikan posisi Tjipto yang sakit. Setelah Tjipto sembuh, Tjahyono tetap mengajak Johni meski bertugas sebagai tukang bawa koper berisi kostum. Hingga suatu ketika Tjipto keluar, Johni menggantikan posisi dan menjadi bagian dari Grup Lawak Jayakarta. Di grup Jayakarta ini namanya menjadi Joice yang biasanya berperan dengan memakai baju perempuan.
Sumber: Sinar Harapan, 7-2-1982. Koleksi Surat Kabar Langka Salemba-Perpustakaan Nasional RI (SKALA-Team).