

POINSEMBILAN.COM-MAMUJU, Sungguh memprihatinkan kehidupan kakek Peda, seorang kakek yang umurnya 100 tahun lebih. Bersama istrinya, Nenek Ici, yang juga sudah sangat tua, mereka tinggal di pengungsian di dusun Ahu Kecamatan Tappalang Mamuju.
Rumah kakek Peda sebelumnya roboh dengan tanah setelah diguncang gempa berkekuatan 6,2 Magnitudo. Rumah berukuran 3 x 3 M2 yang beratap rumbia kini tak dapat lagi ditemukan, sisa puing-puing.
Ditemui Sabtu (6/2/2021), yang didampingi Jasri, imam Masjid Ahu, kakek Peda dan istrinya menceritakan, mereka memiliki rumah seluas 3 x 3 m2. “Kami hidup berdua saja, kami memiliki 6 anak, tinggal satu yang masih. Dia sudah berkeluarga dan tinggal bersama suaminya,” jelasnya sambil terbata bata.
Kakek Peda menambahkan, rumahnya beratapkan rumbia berlantai papan seadanya, tingginya satu setengah meter. “Kami pernah usulkan bedah rumah, kendalanya kami tidak dapat bedah rumah karena itu bukan tanah kami, hanya numpang di tanah orang, jadi tidak bisa dapat bedah rumah,” cerita kakek Peda yang dibenarkan Jasri.
Kami pun menggali lebih dalam kehidupan kakek Peda yang didampingi istrinya nenek Ici. Saat gempa terjadi, rumah kumuhnya yang berukuran 3 x 3 m2 itu, rubuh rapat dengan tanah, sehingga dia mengungsi bersama anaknya di pengungsian yang beratapkan tenda biru, berdampingan dengan pengunsian yang lainnya.
Saat mempertanyakan umurnya kakek Peda, dia mengatakan, sudah seratus lebih, dia pernah dipekerjakan sama Belanda 7 hari tanpa istirahat,” ujar kakek Peda yang sudah pikun dan tuli, penglihatannya pun kurang jelas.
Harapan kakek Peda ke pemerintah setempat, agar dia dan istrinya, bisa mendapatkan tempat yang layak, dan butuh perhatian, sebab keluarganya betul-betul tak memiliki apa apa.
Beban Kakek Peda sedikit terbantu karena Rumah Sakit Wisata Universitas Indonesia Timur, yang diwakili Ir. Usman dan Istrinya, Hj. Rosita, SE, M.Si, membantunya dengan memberikan bantuan sembako, selimut dan sejumlah paket lainnya. (Syarifuddin Andi)