Oleh : Novita Ekawati
Pertemuan Business Forum Meeting East Kalimantan oleh delegasi European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) atau Perjanjian Kemitraan Ekonomi Menyeluruh Indonesia dan Uni Eropa digelar di Ruang Ruhui Rahayu, Kantor Gubernur Kaltim, Selasa (26/10/2021).
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Vincent Piket menjelaskan bahwa CEPA atau Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa adalah sebuah perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Eropa yang membahas berbagai aspek hubungan ekonomi secara menyeluruh. Uni Eropa mendukung penuh upaya Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk meningkatkan perdagangan dan investasi di Kaltim. ( https://kalimantan.bisnis.com , 27/11/2021 )
Kalimantan Timur adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan peluang investasi yang luas di sektor-sektor seperti minyak dan gas, industri pengolahan, konstruksi serta pertanian dan perikanan. EU CEPA-Indonesia diharapkan akan membantu meningkatkan perdagangan dan investasi serta berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja dan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.
Menariknya Kaltim dengan berbagai sumber daya alamnya ditambah sebagai calon Ibukota Negara baru yang ditargetkan segera dibangun, telah mengundang masuknya para investor asing dengan dalih membantu pembangunan dan perekonomian negara khususnya wilayah Kaltim. Bahkan perwakilam Uni Eropa pun menyatakan tertarik berinvestasi di pembangunan perkantoran IKN baru.
Investor asing dengan investasi yang ditawarkannya ibarat gurita raksasa dengan banyak tangannya yang ingin menguasai semua sumber daya yang ada di banyak tempat. Investasi asing ini merupakan perwujudan dari perdagangan bebas (free trade market). Perdagangan bebas sendiri adalah bentuk globalisasi (yang diamini dunia hari ini, red-) di bidang ekonomi. Oleh karena itu, patut dicermati dan disikapi oleh kaum muslimin dengan tepat.
Perdagangan Bebas: Strategi Penjajahan Kapitalisme
Globalisasi dan keinginan negara-negara besar melakukan perdagangan internasional dengan lebih mudah, membawa perdagangan internasional ke dalam tren perdagangan bebas. Keinginan untuk melakukan perdagangan bebas ini kemudian ditindaklanjuti secara serius oleh dunia dengan berdirinya General Agreements Trade and Tarif (GATT) tahun 1947 dan digantikan oleh World Trade Organization (WTO) tahun 1995.
Perdagangan bebas adalah kebijakan di mana pemerintah tidak melakukan diskriminasi terhadap impor atau ekspor. Artinya tidak adanya campur tangan dari pemerintah yang menghambat kegiatan perdagangan baik yang dilakukan oleh antar individu maupun antar perusahaan-perusahaan yang ada di dalam negara-negara. Dan dengan adanya sistem perdagangan bebas ini membuat perdagangan dan jasa antar negara tidak lagi disulitkan oleh urusan birokrasi dan tidak akan dikenai tarif atau ongkos sama sekali.
Produk-produk yang dijual di pasar bebas adalah produk-produk yang memiliki kualitas terbaik mengingat daya saingnya tinggi. Produk-produk tersebut harus menjadi yang terbaik agar dipilih oleh konsumen. Sehingga produsen-produsen yang terlibat dalam pasar bebas akan berlomba-lomba menghasilkan produk yang terbaik. Melalui perdagangan bebas ini maka peluang investasi dari negara lain semakin terbuka lebar, peluang ekspor bagi para pelaku bisnis semakin dipermudah, lapangan pekerjaan semakin luas, sehingga harapannya akan meningkatkan keuangan negara.
Berkebalikan dengan manfaat-manfaat tersebut, kehadiran pasar bebas justru menyulitkan bagi beberapa negara terutama negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang biasanya sulit bersaing untuk menghasilkan produk-produk yang berkualitas dengan negara-negara yang lebih maju. Selain itu negara-negara berkembang juga kesulitan dalam masalah persaingan harga. Padahal perdagangan bebas harusnya dapat meningkatkan daya saing tiap-tiap negara. Hal ini terlihat seperti tidak adanya kesiapan dari negara-negara berkembang dalam rangka menghadapi tren pasar bebas.
Institute for Global Justice (IGJ) mengungkapkan bahwa negara-negara maju kerap melakukan proteksionisme pasar ketimbang negara-negara berkembang. Dan Amerika Serikat sebagai salah satu negara maju adidaya, lebih sering memaksakan politik pasar bebasnya atas negara-negara di dunia untuk membuka pasar negara-negara di dunia bagi penanaman modal asing dan mengeliminasi peran negara dalam mengatur perekonomian. Lembaga bentukan untuk menancapkan hegemoninya tersebut antara lain melalui WTO sebagai pengganti GATT.
Hal yang umum dalam sistem perdagangan bebas, negara yang memiliki modal besar dan memiliki kekuatan politik yang besarlah yang dapat menang dalam persaingan di zona perdagangan bebas tersebut. Bisa saja kita katakan bahwa perdagangan bebas belum mencapai tujuannya. Tidak ada Win-Win Position melainkan Zero Sum Game, dimana perdagangan bebas hanya memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja sementara pihak-pihak lainnya mendapatkan kerugian. Di sisi lain perdagangan bebas sebenarnya tidak dapat menimbulkan kesejahteraan di antara negara-negara, melainkan hanya menimbulkan kesulitan bahkan keterpurukan, terutama bagi negara-negara berkembang.
Dampak buruk dari perdagangan bebas yang lain adalah banyaknya masyarakat yang lebih memilih produk buatan luar negeri ketimbang produk hasil dari negaranya sendiri. Ini sangat merugikan industri-industri kecil dan dapat menyebabkan pengusaha-pengusaha lokal mengalami kesulitan jika tidak pandai-pandai bersaing dengan industri-industri yang lebih besar yang dapat menghasilkan produk dengan kualitas terjamin dan harga yang terjangkau, dalam zona perdagangan bebas tersebut. Jika industri-industri kecil tidak mampu bersaing di arena perdagangan bebas maka dapat dipastikan industri-industri tersebut akan tersingkir dan mengalami kepailitan. Hal ini bisa saja menimbulkan masalah lain lagi seperti pengangguran.
Penjelasan di atas semakin menekankan bahwa sistem perdagangan bebas tidak dapat mensejahterakan masyarakat. Namun sebenarnya kerugian-kerugian dari adanya perdagangan bebas tidak hanya dirasakan oleh negara-negara berkembang atau yang berperekonomian lemah. Negara-negara maju juga turut merasakannya. Seperti misalnya pendapatan devisa yang menurun. Selain itu juga juga menimbulkan persaingan serendah mungkin yang menyebabkan standar hidup dan keamanan yang lebih rendah. Akan tetapi kerugian-kerugian yang dialami negara-negara maju ini juga merupakan kerugian yang dialami negara-negara berkembang. Jadi tetap saja negara berkembang lebih dirugikan sebab kerugian-kerugian yang dialami negara maju tidaklah sebesar kerugian yang dialami oleh negara-negara berkembang. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa perdagangan bebas ala kapitalisme tidak akan membawa kesejahteraan pada umat.
Berbagai kemanfaatan perdagangan bebas yang hanya memihak kepada negara-negara kapitalis besar dan hanya merugikan negara-negara berkembang (terutama negeri-negeri kaum muslimin, red) menjadi bukti bahwa perdagangan bebas dengan investasi asing, bebas hambatan tarif-non tarif dan ekspor-impornya hanyalah kedok penjajahan gaya baru yang seharusnya segera dihapuskan. Bahaya perdagangan bebas ini wajib disadari dan wajib ditolak.